Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla dan Kwik Penuhi Panggilan Kejagung

Kompas.com - 05/01/2011, 10:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dua saksi meringankan yang diajukan mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra datang memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk menjelaskan tentang perkara Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum di Departemen Kehakiman.

Dua saksi tersebut yakni mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie dan mantan Menperindag Jusuf Kalla. Kwik datang terlebih dahulu pada pukul 09.40 WIB dengan Toyota Alphard berwarna perak bernomor B 1131. Ia memakai kemeja biru muda.

Kedatangannya kali ini tidak hanya untuk memberikan kesaksian, tetapi juga memberikan dokumen kerja sama dengan International Monetary Fund (IMF) terkait pengadaan Sisminbakum. "Kami membawa dokumen soal perjanjian dengan IMF," ujar Kwik, Rabu (5/1/2011), saat tiba di gedung bundar Kejaksaan Agung.

Tak lama berselang, Jusuf Kalla pun tiba. Memakai batik coklat, Kalla datang menumpangi sedan Lexus hitam B 1571 RFO. Namun, JK tidak memberikan keterangan apa pun terkait pemeriksaannya kali ini.

Sebelumnya, Yusril mengajukan empat orang saksi meringankan yakni Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, hal itu sempat ditolak Kejaksaan Agung sampai akhirnya Yusril mengajukan uji tafsir ke Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, Yusril juga telah memberikan testimoni tertulis dari Kwik Kian Gie dan Jusuf Kalla yang dimasukkan ke BAP perkara Sisminbakum. Di dalam pernyataan tertulisnya, Jusuf Kalla mengungkapkan, saat menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian, ia kerap mendapat keluhan dari kalangan pengusaha atas keterlambatan penyelesaian pengesahan perseroan terbatas yang memakan waktu lebih dari setahun tanpa kepastian dan mahalnya biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan.

Oleh karena itu, lahirlah Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang mempercepat proses itu. Namun, saat itu baik Jusuf Kalla maupun Kwik mengakui negara tidak memiliki dana untuk merealisasikan proyek itu sehingga dibuatlah sistem Built, Operate, Transfer (BOT) dengan mengundang swasta untuk mendanainya.

Dengan demikian, pembagian biaya akses fee pun adalah wajar apabila diberikan kepada pihak swasta. Namun, setelah kontrak kerja selesai, negara akan memiliki seluruh aset yang dibangun swasta tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

    Nasional
    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

    Nasional
    Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

    Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

    Nasional
    Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

    Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

    Nasional
    Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

    Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

    Nasional
    Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

    Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

    Nasional
    Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

    Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

    Nasional
    PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

    PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

    Nasional
    Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

    Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

    Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

    Nasional
    Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

    Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

    Nasional
    Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

    Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

    Nasional
    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    Nasional
    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com