Selain itu, keadaan ini juga tidak konsisten dengan sistem pileg proporsional yang diterapkan di Indonesia.
Sistem ini semestinya bisa menciptakan proporsionalitas hasil pileg di mana jumlah suara rakyat yang terbuang karena partai politiknya bukan pemenang pileg dapat ditekan.
"Jumlah suara terbuang atau wasted votes akibat ambang batas parlemen ini jauh lebih besar daripada total pemilih satu benua Australia," ujar Titi kepada Kompas.com, Jumat (23/3/2024).
"Pembentuk undang-undang harus mengoreksi besaran ambang batas ini agar lebih menghormati kemurnian dan representasi suara rakyat rakyat," lanjut dosen hukum kepemiluan Universitas Indonesia itu.
Pemerintah dan DPR memang kini punya pekerjaan rumah untuk melakukan hal itu sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 116/PUU-XX/2023.
Baca juga: Hanura Buka Peluang Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran
MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk merumuskan kembali ambang batas parlemen dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu (1) didesain untuk digunakan secara berkelanjutan; (2) tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
MK juga meminta agar perumusan ulang ini (3) ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyerderhanaan partai politik; (4) selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029; dan (5) melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu dengan partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan ahli dan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
"Penentuan besaran ambang batas harusnya dilakukan secara terukur, akuntabel, rasional, dan akademis. Mesti jelas formula dan ratio legi apa yang digunakan pembentuk UU dalam merumuskan ambang batas parlemen," kata Titi.
"MK sudah memberi rambu-rambu yang jelas dalam menentukan ambang batas parlemen, mestinya hal itu yang dipatuhi oleh pembentuk UU," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.