JAKARTA, KOMPAS.com - Doktrin militer terus berkembang sesuai tuntutan zaman dan perkembangan teknologi.
Mayor Jenderal TNI (Purn) Rahmat Pribadi semasih berpangkat Kolonel dalam karyanya untuk program pendidikan reguler angkatan (PPRA) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) tahun 2013, menulis bahwa doktrin merupakan suatu pegangan atau pedoman dalam rangka pelaksanaan tugas atau pencapaian tujuan.
Di dunia militer, doktrin bukanlah falsafah, dogma, ataupun ajaran-ajaran yang sifatnya abadi. Doktrin militer bersifat dinamis.
"Karena doktrin berkembang sesuai dengan perkembangan politik, teknologi, kemajuan militer, dan ekonomi," tulis eks Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas tersebut dalam karya ilmiahnya.
Dengan demikian, doktrin militer memang harus dikembangkan dan dikaji ulang sesuai tuntutan yang harus dihadapi.
Keadaptifan, termasuk soal doktrin, merupakan salah satu komitmen Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono begitu ia dilantik menjadi orang nomor satu di matra udara.
Baca juga: Drone : Game Changer Kekuatan Udara TNI AU
Terlebih, TNI AU berangsur kedatangan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru dalam beberapa tahun ke depan.
Tonny juga menciptakan slogan baru untuk TNI AU, yakni "AMPUH" yang merupakan akronim dari adaptif, modern, profesional, unggul, dan humanis.
"Mohon doa restunya, (TNI) Angkatan Udara menjadi angkatan udara yang adaptif mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan situasi nasional, regional, maupun global," kata Tonny dalam peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-78 TNI AU di Lapangan Dirgantara Akademi Angkatan Udara (AAU), Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 22 April 2024.
Secara khusus, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga meminta agar TNI AU adaptif seiring modernisasi alutsista matra udara.
“Saya berpesan agar TNI AU dapat beradaptasi dengan cepat seiring dengan kedatangan berbagai alutsista yang modern dalam beberapa tahun ke depan,” kata Agus dalam sambutannya saat proses serah terima jabatan KSAU di Taxi Way Echo Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, 5 April 2024.
Indonesia lewat Kementerian Pertahanan RI terus melakukan modernisasi, salah satunya dengan mendatangkan sejumlah alutsista.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti dalam perayaan HUT ke-78 TNI di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, 5 Oktober 2023, bahwa modernisasi itu harus menjadi bagian penting pengembangan investasi industri pertahanan dalam negeri.
Untuk TNI AU, Indonesia mendatangkan lima unit pesawat angkut C-130J-30 Super Hercules dari pabrikan Lockheed Martin, Amerika Serikat. Kelima unit Super Hercules itu telah tiba di Tanah Air seluruhnya.
Bahkan, salah satu pesawat Super Hercules dengan nomor ekor A-1340 telah sukses melaksanakan operasi kemanusiaan dengan menjatuhkan bantuan logistik lewat udara (airdrop) di Gaza, Palestina, 9 April silam.
Baca juga: Serahkan 8 Helikopter ke TNI AU, Prabowo: Kita Ingin Angkatan Udara yang Lebih Tangguh Lagi
Indonesia juga telah membeli dua unit pesawat tanker dan transport A400M Multi Role Tanker and Transport (MRTT) dari Airbus.
Kemenhan RI juga selesai menandatangani kontrak 42 unit jet tempur Rafale dari Dassault Aviation, Perancis.
Sesuai kontrak, unit pertama Rafale dijadwalkan tiba pada 2026 dan bakal menjadi pesawat tempur generasi 4.5 pertama bagi TNI AU.
Selain itu, TNI AU juga akan kedatangan 25 radar dan 12 unit pesawat nirawak (unmanned aerial vehicle) atau drone ANKA buatan Turkish Aerospace.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengatakan Indonesia memerlukan TNI AU dan pertahanan udara yang kuat.
"Kita memerlukan TNI yang kuat, kita memerlukan TNI AU yang kuat, karena negara kita sangat sangat besar. Negara kita seluas Eropa. Eropa itu 27 negara, kita satu negara. Jadi kita sangat butuh pertahanan udara yang sangat kuat," ujar Prabowo di Lanud Halim Perdanakusuma, 28 Desember 2022, usai kedatangan pesawat Falcon 8X dari Dassault, Perancis.
Sejalan dengan itu, TNI AU sedang bersiap diri menyambut kedatangan sejumlah alutsista modern.
Terbaru, KSAU Tonny memimpin rapat selama tiga hari, 20-22 Mei 2024, membahas perkembangan terkini pengadaan alutsista yang diproyeksikan menambah kekuatan TNI AU.
Untuk menyambut Rafale, matra udara menyiapkan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin di Pekanbaru, Riau dan Lanud Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat sebagai home base jet tempur generasi 4.5 buatan Dassault Aviation, Perancis tersebut.
Baca juga: Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi
Komandan Lanud (Danlanud) Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama TNI Feri Yunaldi mengatakan bahwa Lanud Roesmin memiliki posisi yang strategis secara geografis untuk dijadikan pangkalan induk pesawat tempur.
"Lanud Roesmin Nurjadin ini posisinya sangat strategis, kenapa? Karena berbatasan dengan negara tetangga. Mulai dengan Malaysia, kita sering melaksanakan patroli sampai dengan ke Selat Malaka. Kemudian juga dengan Singapura," ujar Feri saat diwawancarai Kompas.com di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, 5 Februari 2024.
"Bahkan di area tertentu, kami juga melaksanakan operasi sampai dengan ke Natuna (Utara)," kata Feri.
Feri menyebutkan, rencana penempatan Rafale di Lanud Roesmin Nurjadin dan Lanud Supadio telah diskemakan secara matang. Posisinya tidak terlalu depan, seperti di Lanud Sultan Iskandar Muda (Banda Aceh) ataupun Lanud Soewondo (Medan).
"Memang cari di posisi-posisi yang strategis yang artinya tidak mudah dijangkau oleh negara lain. Kenapa demikian? Karena alutsista ini sangat mahal, tempat kita melaksanakan pembinaan, menyiapkan operasi. Jadi itu harus betul-betul kita perhitungkan dengan jarak jangkau dari negara yang ada di sekitar kita," kata mantan instruktur Jupiter Aerobatic Team (JAT) itu.
Untuk Lanud Roesmin Nurjadin sendiri, Rafale rencananya bakal ditempatkan di Skadron Udara 12 dan 16.
Baca juga: Singgung Konflik Global, Panglima Minta TNI AU Adaptif terhadap Perkembangan
Saat ini, Skadron Udara 12 masih menjadi markas jet tempur Hawk 100/200 buatan British Aerospace (BAE), Inggris. Sementara itu, Skadron Udara 16 menjadi kandang jet tempur F-16 blok C/D produksi Lockheed Martin, Amerika Serikat.
Rencananya, kedatangan Rafale akan menggeser Hawk 100/200 dan F-16 ke lanud lain. Hawk 100/200 akan digeser ke Lanud Supadio. Lalu, F-16 akan digeser ke Lanud Iswahjudi, Magetan.
“Jadi Rafale yang pertama kali datang, (akan) ditempatkan di Skadron Udara 12. Nah pesawat Hawk yang ada sekarang, rencana (dipindah) ke Skadron Udara 1 (Lanud) Supadio. Jadi satu base seluruh pesawat Hawk semuanya ngumpul di Supadio,” ujar Feri.
“Kemudian batch (tahap) yang kedua datang, baru diisi yang Skadron Udara 16. Nah pesawat F-16 ini, rencana akan ditempatkan kembali di Madiun (Lanud Iswahjudi) atau mungkin ada kebijakan dari pimpinan,” ucap Feri.
Setelah Lanud Roesmin Nurjadin penuh, baru pesawat-pesawat Rafale tahap ketiga bakal ditempatkan di Lanud Supadio.
Diketahui, Kemenhan RI memesan Rafale lewat tiga batch atau tahap, dengan rincian tahap pertama enam unit, tahap kedua 18 unit, dan tahap ketiga 18 unit.
Feri mengatakan, jajarannya juga akan mengirimkan para penerbang tempur dan teknisi dari Skadron 12 dan 16 untuk bersekolah mengoperasikan Rafale ke Perancis.
“Kami plot berapa orang, siapa saja, berdasarkan kebutuhan, berdasarkan per angkatan, sudah kita arrange. Jadi sudah kami atur sebaik mungkin di bidang sumber daya manusia (SDM), kami siapkan pilotnya sendiri, kemudian yang kedua adalah teknisinya,” ujar Feri.
Baca juga: Kisah Dini, Anak Penjual Bensin Eceran yang Berhasil Jadi Penerbang TNI AU
“Harapannya ini satu paket ini. Jadi pada saat pesawat (Rafale) datang ke sini, sudah diterbangkan oleh pilot Indonesia. Kemudian dalam hal pemeliharaan penyiapan pesawat, sudah bisa di-handle oleh teknisi-teknisi dari Lanud Roesmin Nurjadin,” kata dia.
Selain itu, Lanud Roesmin Nurjadin juga menyiapkan sarana prasarana, salah satunya adalah pembangunan hanggar skadron teknik (Skadron Teknik 45) yang mulai dibangun tahun ini untuk pemeliharaan Rafale.
“Kemudian kami laksanakan juga pembangunan tempat gedung simulator.Jadi kami juga akan membeli simulator pesawat Rafale dan ditempatkan di sini,” kata Feri.
Lanud Roesmin Nurjadin juga akan membangun gudang dan pangkalan untuk spare part atau suku cadang Rafale.
“Harapannya nanti tahun depan atau persisnya tahun 2026 sudah mulai berdatangan. Kita (kedatangan) initial spare part dan lainnya, sudah bisa ditempatkan di gudang tersebut. Begitu juga beberapa sarana seperti jet blast-nya dari pesawat tersebut juga akan kami bangun tahun ini,” kata Feri.
Feri menambahkan, Lanud Roesmin juga akan memperlebar military apron dan membangun parallel taxi way.
Terbaru, KSAU Tonny juga telah mengunjungi Lanud Supadio dan Lanud Roesmin Nurjadin dalam rangkaian kunjungan kerjanya pada 6 dan 7 Mei silam.
Kemudian untuk kedatangan drone ANKA dari Turkiye, TNI AU berencana menambah dua skadron, yakni Skadron 53 di Tarakan, Kalimantan Utara dan Skadron 54 di Malang, Jawa Timur.
Saat ini, TNI AU memiliki skadron khusus drone yaitu Skadron 51 di Pontianak, Kalimantan Barat dan Skadron 52 di Natuna, Riau.
“Saat ini baru ada dua, tapi akan ditambah (sehingga) menjadi empat skadron,” kata Marsekal Pertama (Purn) R Agung Sasongkojati saat masih menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau), di sela-sela rapat pimpinan TNI AU, 29 Februari 2024.
Namun demikian, kedatangan sejumlah alutsista baru tersebut juga perlu diimbangi penyesuaian doktrin.
Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan (Dankodiklat) TNI Laksamana Madya Maman Firmansyah mengatakan, penyesuaian doktrin menjadi tantangan TNI, terlebih dengan banyaknya peperangan yang berbasis artificial intelligence (AI) saat ini.
Maman menuturkan, doktrin harus mengacu pada alutsista yang dimiliki TNI.
"Doktrin itu harus bisa dilaksanakan. Doktrin itu harus bisa dipakai saat terjadi apa-apa, sehingga doktrin itu mengacu kepada alutsista yang kita miliki sekarang," kata Maman dalam paparannya saat pembekalan kepada para perwira siswa (pasis) di Markas Sekolah Staf dan Komando TNI AL (Seskoal) Cipulir, Kebayoran Lama, 8 Mei 2024.
Selain itu, lanjut Maman, pengoperasionalan dan penguasaan teknologi alutsista juga penting.
"Perlu pelatihan tidak? Kan perlu, sehingga tidak semudah itu. Nah ini menjadi tantangan kita, tantangan betul," ujar Maman.
Senada dengan Maman, Dosen Magister Hukum Internasional Universitas Hang Tuah Surabaya Laksamana Muda (Purn) Agung Purnomo mengatakan bahwa penguasaan teknologi pada alutsista adalah hal yang mutlak.
“Kalau kita beli kapal perang X, pesawat tempur Y, teknologinya itu korelasi dengan eksisting kita. Pangkalannya harus besar, workshop-nya harus meningkat, dan seterusnya,” kata Agung dalam webinar yang diselenggarakan Seminar Sentinel bertajuk 'Revolutionising Military Affairs: Revisiting Indonesia's Defence Doctrine', 28 Mei 2024.
Agung juga menyarankan doktrin harus dikembangkan dengan pendekatan collaborative combat.
Baca juga: Patroli dengan AU Malaysia di Selat Malaka, TNI AU Kerahkan 2 Jet Tempur F-16
"Intinya di teknologi, real time, dan sinergi. Teknologi mutlak, penguasaan pada level tertentu," tutur Agung.
Lebih lanjut, Agung mengatakan, pembangunan kekuatan TNI harus diprioritaskan pada sistem pengawasan dan deteksi lewat command, control, communications, computers, intelligence, surveillance, and reconnaissance (C4ISR).
"Kita harus membangun mata dulu. (Untuk) C4ISR, meskipun sering kita canangkan, sampai hari ini belum terealisasi. Kalimat 'network centric warfare' itu juga sehari-hari kita keluarkan, tetapi itu belum berjalan," kata Agung yang merupakan mantan Tenaga Profesional Bidang Pertahanan dan Keamanan Lemhannas.
Kemudian, untuk pengadaan alutsista TNI AU juga harus disesuaikan keterpaduan dan integrasi dengan matra lain. Agung mendorong doktrin konsep operasi gabungan antar-angkatan, baik itu operasi kecil maupun besar.
Ia mengambil contoh soal alutsista baru TNI AU yang akan datang, seperti pesawat tanker A400M dan jet tempur Rafale.
Baca juga: KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak
"(Pesawat) A400M (misalnya), itu konteks dengan laut apa? Konteks dengan darat apa? Rafale itu konteks dengan laut apa? Dengan darat apa? Nah ini yang disebut interoperabilitas, ini yang disebut keterpaduan. Ini yang disebut collaborative combat. Apakah itu sudah terjalin? Itu juga menjadi pertanyaan," kata Agung.
Menurut Agung, perencanaan dari hulu hingga hilir perlu dilakukan terpadu dan bersama-sama, dalam hal ini oleh Kementerian Pertahanan RI dengan ketiga matra, termasuk TNI AU.
"Tentu collaborative combat sangat bermanfaat dalam rangka mewujudkan efektivitas pertempuran, karena ini adalah teknologi dan prioritasnya di pengawasan, deteksi atau surveillance. Nah tantangan untuk kita apa? Yaitu pengawasan teknologi, kita tidak bisa tawar lagi," ujar Agung.
Selain itu, Agung mengatakan, doktrin harus berorientasi bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Oleh karena itu, taktik dan strategi harus dibangun.
"Bagaimana kita deploy (kekuatan) ke zona ekonomi ekslusif (ZEE) sampai laut lepas, sementara taktik dan strategi kita belum ada," kata Agung.
Dalam diskusi yang sama, doktrin yang berorientasi kondisi geografis juga diwanti-wanti oleh Dosen Prodi Industri Pertahanan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Pertahanan RI Jupriyanto.
Baca juga: TNI AU Akan Kirim 6 Pesawat Tempur F-16 untuk Latma Pitch Black di Australia
Jupriyanto mencontohkan Indonesia dekat dengan Laut China Selatan (LCS) yang merupakan titik panas konflik. Hal itu bisa berdampak ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bagaimana merancang doktrin pertahanan ke depan berkaitan dengan flash point yang ada di sekitar kita," kata Jupriyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.