JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, sesungguhnya ibu pekerja tidak mendapatkan hak cuti melahirkan selama enam bulan, tetapi hanya tiga bulan.
Adapun hak cuti melahirkan sampai enam bulan bagi ibu pekerja tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada fase 1.000 hari pertama kehidupan yang telah disahkan DPR menjadi UU.
Mulanya, Ace merasa pihaknya perlu mengklarifikasi mengenai pemahaman publik terkait cuti melahirkan bagi ibu pekerja.
"Jadi UU ini ruang lingkupnya adalah bagi ibu hamil dan ibu melahirkan, serta anak yang berusia sampai seribu hari kehidupan, artinya dari mulai dia di dalam janin ya, sampai kepada usia 2 tahun ketika dia sudah selesai usia menyusui," ujar Ace di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Baca juga: UU KIA, Ibu Sedang Jalani Cuti Melahirkan Tak Boleh Di-PHK dan Tetap Digaji
Ace memaparkan, semangat dari dibentuknya UU KIA ini adalah negara ingin memberikan perhatian kepada ibu hamil, ibu melahirkan, dan anak.
Dengan adanya UU KIA ini, seorang anak akan betul-betul diperhatikan sejak lahir hingga berusia 2 tahun.
"Karena kita tahu kan bahwa angka kematian ibu melahirkan juga cukup tinggi. Dan juga anak-anak atau bayi yang baru dilahirkan juga cukup tinggi," ujar dia.
"Ini adalah sebagai bentuk perhatian dari negara agar justru pada fase ini adalah fase yang sangat menentukan bagi tumbuh kembang anak," kata Ace.
Menurut dia, jika anak tidak mendapat perhatian serius pada 1.000 hari pertama kehidupannya, ia berisiko stunting.
Terkait cuti melahirkan, Ace menegaskan, sebenarnya cuti yang diberikan kepada ibu pekerja adalah selama tiga bulan.
Hanya saja, cuti melahirkan itu bisa mendapat tambahan tiga bulan lagi jika sang ibu dipandang dokter masih dalam kondisi yang perlu pemulihan.
Baca juga: Kapan Cuti sampai 6 Bulan Bagi Ibu Melahirkan Berlaku?
Hal inilah yang menimbulkan persepsi bahwa ibu melahirkan bisa mendapat cuti melahirkan hingga enam bulan.
"Jadi sesungguhnya tidak 6 bulan, (tetapi) 3 bulan. Ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Jadi terkait dengan UU KIA ini difokuskan kepada ibu hamil dan ibu melahirkan, serta anak yang berusia seribu hari kehidupan itu," kata dia.
"Ini adalah tonggak awal bagi peningkatan SDM Indonesia yang harus diurus atau dikelola dengan baik dari mulai sejak ada dalam janin hingga usia 2 tahun," ucap Ace.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang (UU).
Itu artinya, ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan sampai 6 bulan.
Dalam ketentuan Hak Ibu pada Pasal 4 ayat (3), tertulis bahwa seorang ibu mendapatkan hak cuti melahirkan.
"Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:
a. cuti melahirkan dengan ketentuan:
1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Baca juga: UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan
b. waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran;
c. kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja;
d. waktu yang cukup dalam hal diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak; dan/atau
e. akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya."
Di ayat selanjutnya, tertulis bahwa pihak pemberi kerja wajib memberikan hak cuti melahirkan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.