Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU MK Belum Disahkan, Puan: Buat Apa Terburu-buru kalau Nanti Tak Bermanfaat

Kompas.com - 04/06/2024, 16:51 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDI-P Puan Maharani angkat bicara tentang revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang belum disahkan sebagai undang-undang (UU).

Menurut dia, DPR masih akan mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat sebelum mengesahkan RUU MK.

"Nanti kita dengar dulu di lapangan itu seperti apa, yang pasti saya akan melihat dulu masukan dari masyarakat, masukan dari seluruh pemangku kepentingan dan lain-lain sebagainya," kata Puan ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Baca juga: Fraksi PDI-P Bakal Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak Revisi UU MK

Puan mengatakan, DPR tidak ingin UU MK terburu-buru disahkan tanpa mendengarkan masukan dari masyarakat.

Jika begitu, menurut dia, UU MK tidak akan memiliki manfaat bagi kehidupan hukum di Indonesia.

"Karena ya buat apa UU itu terburu-buru kalau nanti tidak akan bermanfaat," ujar dia. 

Selain itu, Puan menyampaikan tanggapannya tentang revisi UU Polri yang menuai polemik di masyarakat.

Puan tak menjawab soal isu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri meminta fraksi PDI-P di DPR menolak sejumlah pasal RUU Polri.

Baca juga: Revisi UU MK: Upaya Kocok Ulang Hakim Konstitusi

Ia mengaku belum mengetahui persis apa isi draf RUU Polri karena belum menerimanya.

"Sampai sekarang belum ada naskah akademisnya, surpres (surat presiden)-nya belum diterima, jadi belum ada, DIM-nya belum ada, jadi belum tahu isinya apa," ucap Puan.

Perubahan keempat Revisi Undang-Undang MK bakal disahkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat paripurna.

Hal tersebut diketahui setelah Komisi III DPR bersama pemerintah menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I revisi UU MK, Senin (13/5/2024).

Namun sudah hampir satu bulan setelah rapat pleno itu, rapat paripurna untuk mengesahkan RUU MK tak kunjung digelar.

Baca juga: Megawati Kritik Revisi UU MK, PDI-P Pertimbangkan Layangkan Nota Keberatan Saat Paripurna DPR

Sudah beberapa kali rapat paripurna tercatat tidak mengagendakan pengambilan keputusan tingkat II RUU MK.

Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti mengatakan, pengesahan RUU MK menjadi catatan panjang sejumlah revisi Undang-Undang pada era Jokowi yang dibentuk dalam waktu singkat.


Dengan pembentukan Undang-Undang yang terkesan "dikebut", prinsip partisipatif sulit untuk dipenuhi.

"Sebenarnya enggak ada waktu ideal, tapi dalam membuat Undang-Undang, yang penting prinsipnya harus partisipatif secara bermakna," kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/5/2024).

Bivitri menjelaskan, prinsip partisipatif berarti semua orang yang terkena dampak atau berkepentingan dalam suatu UU, seharusnya memberikan pertimbangan terhadap proses pembuatan peraturan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com