Ketentuan mengenai Tapera ini dihujani kritik dan dikeluhkan oleh publik lantaran bakal memotong penghasilan para pekerja. Pengusaha pun bakal diwajibkan membayar sebagian ituran dari para pekerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 menyebutkan, besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah. Sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, sedangkan sisanya ditanggung pemberi kerja.
Baca juga: Apindo: Tapera Mestinya Bersifat Sukarela
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai Tapera tidak masalah apabila ditujukan kepada ASN, TNI, dan Polri karena masih dalam ranah pemerintah.
Namun, ia menilai kebijakan tersebut bakal membebani pengusaha dan pekerja swasta karena mereka diwajibkan untuk membayar iuran.
"Namanya tabungan ya sukarela saja. Jadi tidak perlu mengharuskan pemberi kerja dan pekerja untuk mengiur. Jadi itu kalau tabungan silakan buat sukarela," kata Shinta
Senada, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) juga menolak kebijakan iuran untuk Tapera karena membebani pekerja yang memiliki upah jauh dari harapan.
"Kami sendiri masih miskin. Dari mana pemikiran pemerintah buat itu jadi sebuah kewajiban. Serikat buruh menolak ini," kata Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban.
Baca juga: 6 Alasan Buruh Tolak Program Iuran Tapera
Elly mengatakan, mekanisme iuran Tapera tidak jelas membuat pekerja bingung dengan kepastian pencairan tabungannya sehingga ia tidak sepakat dengan iuran Tapera yang terkesan memaksa pekerja untuk ikut mengiur.
"Saya ambil upah Jakarta Rp 5,06 juta, sekitar Rp 126.000 per 1 bulan harus tabung dan tidak tahu kapan ambil (tabungan) karena diwajibkan usia 20 sampai 58 tahun. Di era fleksibilitas tenaga kerja saat ini tidak ada yang menjamin saya di perusahaan itu sampai 58 tahun, bagaimana dengan yang sudah meninggal?" ujarnya.
Ladang korupsi baru
PDI Perjuangan, partai politik pendukung pemerintah, juga meminta agar kebijakan Tapera tidak dilanjutkan karena telah membuat publik gelisah.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus memberantas korupsi dan kebocoran anggaran negara ketimbang menerapkan aturan Tapera yang memotong gaji pegawai.
"Jadi seharusnya pemerintah menempuh langkah-langkah pemberantasan korupsi, mengatasi kebocoran-kebocoran anggaran dan kemudian menjalankan suatu kebijakan untuk rakyat. Sehingga hal tersebut ya sebaiknya tidak diterapkan," kata Hasto di, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat.
Baca juga: Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto tidak memungkiri bahwa program Tapera bisa menjadi ladang korupsi baru.
Agus menyinggung kasus korupsi di perusahaan asuransi pelat merah, Jiwasraya dan Asabri, yang sama-sama menghimpun dana masyarakat.