Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tapera Ditolak Pekerja-Pengusaha, Pemerintah Lanjut Terus

Kompas.com - 03/06/2024, 07:34 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan kritik dari kalangan pengusaha, pekerja, hingga partai politik tidak menyurutkan pemerintah untuk membatalkan atau menunda program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, pemerintah masih punya waktu hingga 2027 untuk mematangkan implementasi kebijakan tersebut secara proporsional sambil mendengarkan aspirasi publik dan dunia usaha.

"Kita masih ada waktu sampai 2027. Jadi, ada kesempatan untuk konsultasi, enggak usah khawatir," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/5/2024) lalu.

Moeldoko menyatakan, Tapera belum dijalankan dan baru berlaku paling lambat 2027 setelah ada peraturan teknis dari Menteri Keuangan dan Menteri Ketenagakerjaan.

Moeldoko menjelaskan, Tapera bukanlah pemotongan gaji pekerja, tapi tabungan bagi para pekerja untuk bisa memiliki rumah.

Baca juga: Moeldoko Bicara soal Tapera, Sebut Tak Akan Ditunda dan Bantah untuk Danai IKN

Ia pun menyebutkan bahwa masyarakat yang sudah mempunyai rumah dapat menggunakan Tapera sebagai sarana menabung yang uang simpanannya dapat diambil setelah mereka pensiun.

"Pada ujungnya, pada usia pensiun selesai, itu (Tapera) bisa ditarik uang fresh dan pemupukan yang terjadi," kata dia.

Moeldoko juga membantah anggapan yang menyebut program Tapera ditujukan untuk mendanai program makan gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

"Tapera ini tidak ada hubungannya dengan APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara), tidak ada upaya pemerintah untuk membiayai makan siang gratis apalagi untuk IKN. Semuanya sudah ada anggarannya," kata mantan panglima TNI itu.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyebutkan, Tapera merupakan program untuk mengatasi kesenjangan jumlah kepemilikan rumah lewat 'kerja sama' antara pemerintah dan masyarakat.

Baca juga: Meski Banyak Diprotes, Mengapa Pemerintah Ngotot Wajibkan Iuran Tapera?

Ia menyebutkan, lewat program pembiayaan subsidi yang ditawarkan saat ini, pemerintah baru mampu memfasilitasi sekitar 250.000 kepemilikan rumah bagi masyarakat.

Sedangkan, permintaan rumah setiap tahunnya mencapai 700.000 hingga 800.000 rumah.

Oleh sebab itu, seluruh masyarakat diwajibkan untuk membayarkan iuran Tapera supaya semua orang dapat memiliki rumah.

"Jadi kenapa harus ikut nabung? ya tadi prinsip gotong-royong di UU itu pemerintah, masyarakat yang punya rumah, bagi yang belum punya rumah, semua membaur," kata Heru, Jumat.

Bebani pekerja dan pengusaha

Ketentuan mengenai Tapera ini dihujani kritik dan dikeluhkan oleh publik lantaran bakal memotong penghasilan para pekerja. Pengusaha pun bakal diwajibkan membayar sebagian ituran dari para pekerja.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 menyebutkan, besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah. Sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, sedangkan sisanya ditanggung pemberi kerja.

Baca juga: Apindo: Tapera Mestinya Bersifat Sukarela

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai Tapera tidak masalah apabila ditujukan kepada ASN, TNI, dan Polri karena masih dalam ranah pemerintah.

Namun, ia menilai kebijakan tersebut bakal membebani pengusaha dan pekerja swasta karena mereka diwajibkan untuk membayar iuran.

"Namanya tabungan ya sukarela saja. Jadi tidak perlu mengharuskan pemberi kerja dan pekerja untuk mengiur. Jadi itu kalau tabungan silakan buat sukarela," kata Shinta

Senada, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) juga menolak kebijakan iuran untuk Tapera karena membebani pekerja yang memiliki upah jauh dari harapan.

"Kami sendiri masih miskin. Dari mana pemikiran pemerintah buat itu jadi sebuah kewajiban. Serikat buruh menolak ini," kata Presiden KSBSI Elly  Rosita Silaban.

Baca juga: 6 Alasan Buruh Tolak Program Iuran Tapera

Elly mengatakan, mekanisme iuran Tapera tidak jelas membuat pekerja bingung dengan kepastian pencairan tabungannya sehingga ia tidak sepakat dengan iuran Tapera yang terkesan memaksa pekerja untuk ikut mengiur.

 

"Saya ambil upah Jakarta Rp 5,06 juta, sekitar Rp 126.000 per 1 bulan harus tabung dan tidak tahu kapan ambil (tabungan) karena diwajibkan usia 20 sampai 58 tahun. Di era fleksibilitas tenaga kerja saat ini tidak ada yang menjamin saya di perusahaan itu sampai 58 tahun, bagaimana dengan yang sudah meninggal?" ujarnya.

Ladang korupsi baru

PDI Perjuangan, partai politik pendukung pemerintah, juga meminta agar kebijakan Tapera tidak dilanjutkan karena telah membuat publik gelisah.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus memberantas korupsi dan kebocoran anggaran negara ketimbang menerapkan aturan Tapera yang memotong gaji pegawai.

"Jadi seharusnya pemerintah menempuh langkah-langkah pemberantasan korupsi, mengatasi kebocoran-kebocoran anggaran dan kemudian menjalankan suatu kebijakan untuk rakyat. Sehingga hal tersebut ya sebaiknya tidak diterapkan," kata Hasto di, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat.

Baca juga: Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto tidak memungkiri bahwa program Tapera bisa menjadi ladang korupsi baru.

Agus menyinggung kasus korupsi di perusahaan asuransi pelat merah, Jiwasraya dan Asabri, yang sama-sama menghimpun dana masyarakat.

Ia menyebutkan, uang iuran yang ditarik dari gaji bulanan setiap pekerja juga berpotensi diselewengkan dalam proses pengelolaannya karena akan tersimpan dalam jangka waktu yang panjang dan sulit untuk dipantau secara berkala.

Agus menuturkan, pada akhirnya, negara pun tak bisa menanggung dan menalangi kerugian yang dialami oleh warga dalam kasus Jiwasraya dan Asabri.

"Kalau melihat tren-tren ya kasus asuransi banyak yang bermasalah, kayak Jiwasraya Asabri dan lain-lain pada akhirnya pemerintah juga tidak bisa menalangi. Ketika itu dikorupsi pada akhirnya masyarakat lagi yang menanggung,” kata Agus.

 

Di samping itu, Agus juga mengingatkan bahwa tidak ada jaminan bagi warga untuk membeli rumah dari uang iuran Tapera yang dibayarkan setiap bulan.

Baca juga: Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Sebab, besaran potongan gaji untuk iuran Tapera selama bertahun-tahun belum tentu cukup untuk membeli rumah. Apalagi harga-harga akan terus mengalami perubahan, bahkan meningkat karena adanya inflasi.

“Masyarakat kan sekarang sudah cerdas, beberapa bahkan sudah menghitung walaupun 100 tahun belum tentu bisa membeli perumahan karena kan ada inflasi,” kata Agus.

“Kemudian belum tentu juga umur kita sampai di situ, dan anak kita yang mewarisi juga jangan-jangan dipersulit nanti untuk mengurus prosesnya,” imbuh dia.

Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar pun mengungkapkan bahwa DPR bakal memanggil pihak pemerintah untuk menjelaskan polemik ini.

Cak Imin, sapaan akrabnya, menyebutkan bahwa kebijakan Tapera yang memotong gaji pekerja mesti dievaluasi agar tidak membebani mereka.

“(Panggil) pihak dari pelaksanaan itu sehingga jangan memberatkan apalagi di sana ketidakberdaayaan ekonomi kita. Oleh karena itu, kita harus evaluasi dan tidak membuat beban baru,” kata Cak Imin dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (29/5/2024).

Dianggap wajar

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menilai wajar atas timbulnya pro dan kontra terkait kebijakan Tapera ini.

Menurut dia, pro dan kontra akan selalu muncul setiap ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Baca juga: Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Jokowi: Semua Sudah Dihitung...

Jokowi mencontohkan, pemerintah juga dikritik ketika memutuskan peserta BPJS Kesehatan non-Penerima Bantuan Iuran (PBI) mendaftar, sedangkan iuran warga miskin ditanggung dengan prinsip gotong royong.

Namun, ia menilai masyarakat kini sudah menerima manfaat dari kebijakan tersebut.

"Tapi setelah (BPJS Kesehatan) berjalan, saya kira merasakan manfaatnya. Bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum, biasanya pro dan kontra," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Jokowi pun mengeklaim bahwa kebijakan iuran untuk Tapera diputuskan setelah melalui pertimbangan matang.

"Iya semua (sudah) dihitunglah. Biasa, dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com