Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Tanduk Banteng Masih Tajam

Kompas.com - 30/05/2024, 06:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RAPAT Kerja Nasional (Rakernas) ke-5 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang digelar 24-26 Mei 2024, telah ditutup.

Tak ada pernyataan eksplisit perihal sikap politik PDI-P terhadap pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Namun, rekomendasi yang disampaikan sangat relevan. Air mata Puan Maharani saat membacakan rekomendasi hasil Rakernas turut memberi konteks relevansinya. Tanduk banteng ternyata masih tajam.

Puan Maharani mengatakan bahwa partainya memutuskan hanya menjalin kerja sama dan komunikasi politik dengan mereka yang memiliki komitmen tinggi terhadap agenda reformasi.

PDI-P juga merekomendasikan penguatan supremasi hukum, sistem meritokrasi, dan peningkatan kualitas demokrasi yang berkedaulatan rakyat guna peningkatan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Peningkatan kualitas demokrasi dilakukan melalui peninjauan kembali sistem pemilu, konsolidasi demokrasi, dan pelembagaan partai politik.

PDI-P juga merekomendasikan penguatan pers dan masyarakat sipil serta mendorong reformasi sistem hukum yang berkeadilan.

Rekomendasi tersebut dibuat dan disampaikan setelah PDI-P menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu terburuk dalam sejarah. Diwarnai penyalahgunaan kekuasaan, intervensi aparat penegak hukum, pelanggaran etika, penyalahgunaan sumber daya negara, dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu (Kompas.com, 27/05/2024).

Tak aneh

Tanduk banteng yang tajam tersebut sebenarnya tak aneh bagi partai asuhan Megawati Soekarnoputri itu.

Dari sudut pemikiran politik, sangat masuk akal PDI-P menyampaikan kritik tajamnya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024, khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres). Saya melihat, nilai-nilai substantif itulah yang dikukuhi PDI-P di bawah asuhan Megawati.

Saat pidato pembukaan Rakernas ke-5, Megawati menyebut kata “anomali”. Kata itu untuk menjelaskan perubahan situasi politik yang tak terduga dan berlangsung relatif cepat, khususnya Pilpres 2024.

Tak terduga dan berlangsung cepat, PDI-P kehilangan kader terbaiknya yang sering dipuji-puji, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak terduga dan berlangsung cepat pula, PDI-P dijauhi partai pendukung pemerintah dan aparat pemerintah.

Maka, kritik tajam yang diformulasikan sebagai rekomendasi Rakernas ke-5 PDI-P sesungguhnya formalisasi nilai-nilai substantif, pemikiran dan suasana kebatinan warga PDI-P, terutama sang ketua umum, sehubungan dengan dinamika politik Pemilu 2024.

Kritik tajam tersebut sudah mulai tampak sejak pidato Megawati pada HUT PDI-P ke-51 awal 2024.

Megawati mengritik tindakan politik yang dianggap tidak patut, seperti mempermainkan hukum untuk meraih kekuasaan. Sekaligus mengingatkan bahwa kekuasaan itu tidak langgeng.

“Maaf beribu maaf, toh Orde Baru akhirnya juga jatuh,” kata Megawati (Kompas.com, 10/01/2024).

Mirip dengan pidatonya pada Rakernas ke-5, saat HUT PDI-P ke-51, Megawati juga menyemangati kader-kadernya bahwa performa PDI-P hingga 51 tahun bukan kerja elitis dari seseorang (presiden atau menteri), melainkan berkat kecintaan rakyat di akar rumput.

Kecintaan rakyat itu dicapai melalui kerja keras para kader. Bukan tiba-tiba PDI-P menjadi pemenang pemilu legislatif tiga kali berturut-turut, melainkan bercucuran keringat.

Kecintaan rakyat kepada PDI-P, menurut Megawati, dibangun melalui kerja ideologis para kader. Hal ini tak boleh dilalaikan oleh kader-kader PDI-P.

Lalu, Megawati mengemukakan pandangan kritis dan harapannya kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedang mengadili sengketa pilpres.

Pandangan tersebut ditulis dalam artikel berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” atas nama seorang warga negara Indonesia (Kompas.id, 08/04/2024). Bukan disampaikan sebagai pemimpin PDI-P melalui pidato, konferensi pers, atau wawancara khusus.

Pandangan kritis itu disampaikan pula sebagai “amicus curiae” (sahabat pengadilan) kepada hakim MK. Megawati adalah satu di antara sejumlah kalangan yang juga menyampaikan “amicus curiae” kepada hakim MK.

Melalui cara simbolik, Megawati juga menghadiri pameran bertajuk “Melik Nggendong Lali” yang digelar oleh seniman Butet Kertaredjasa di Galeri Nasional, Jakarta Pusat.

Salah satu hasil karya seni Butet yang dipajang adalah patung lelaki kurus berhidung panjang menghadap ke samping kanan (Kompas.com, 13/05/2024).

Butet juga diundang dan hadir pada Rakernas PDI-P. Bahkan, sempat disapa secara khas oleh Megawati.

“Hai, kamu kan seniman, gak usah ngamuk-ngamuk, kreasinya saja dibikin ngamuk-ngamuk,” sapa Megawati, yang di pidato itu mengklaim sebagai “provokator kebenaran dan keadilan”.

Publik tahu bahwa Butet adalah tokoh kritis saat Pemilu 2024. Di samping mengajukan “amicus curiae” bersama sejumlah kalangan, jauh-jauh hari Butet mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi.

Seniman asal Yogyakarta ini mengawali surat tersebut dengan keresahannya setelah MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi soal usia calon presiden dan calon presiden yang membuat Gibran Rakabuming Raka berpotensi maju dalam Pilpres 2024. Butet mengaku sedih dan hanya ingin mengingatkan Jokowi selagi masih ada kesempatan.

Menurut Butet, jika Gibran melenggang menjadi calon wakil presiden dan berpasangan dengan Prabowo Subianto, disebutnya sebagai awal mula bencana moral.

"Rakyat Indonesia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca peristiwa. Rakyat punya kecerdasan 'membaca' yang tersembunyi di balik semua itu," kata Butet dalam surat pribadi untuk Presiden Jokowi (Kompas.com, 21/10/2023).

Penguatan politik demokrasi

Isi rekomendasi Rakernas ke-5 PDI-P, menurut hemat saya, sejalan dengan pemikiran dan harapan sebagian masyarakat terkait dengan kebutuhan penguatan politik demokrasi pasca-Pilpres 2024.

Secara hukum proses Pilpres 2024 telah berakhir. Prabowo-Gibran akan segera membentuk pemerintahan baru.

Namun, ada “pekerjaan rumah” (PR) besar yang mesti menjadi perhatian dan membutuhkan komitmen kuat semua pihak, terutama elite politik.

PR besar itu berkenaan dengan kebutuhan penguatan politik demokrasi pada satu sisi, dan kebutuhan stabilitas politik pascapilpres pada sisi lain.

Proses Pilpres 2024 mengundang kritik tajam dan keprihatinan sebagian masyarakat. Keabsahan Pilpres 2024 akhirnya harus ditempuh melalui putusan MK yang tidak bulat.

Tiga dari delapan hakim MK menyatakan “pendapat berbeda” (dissenting opinion), yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Tiga hakim itu menilai sebagian dalil pemohon (pasangan 01 dan 03) bisa diterima, sehingga MK semestinya memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.

Hakim juga memberi catatan masukan untuk perbaikan sistem. Misalnya, soal perlunya UU Lembaga Kepresidenan yang disampaikan oleh Arief Hidayat.

Pandangan tiga hakim MK yang menyatakan “pendapat berbeda”, saya kira, secara formal merepresentasikan pandangan sebagian masyarakat Indonesia. Hal itu adalah fakta yang tak boleh direduksi, tak mungkin pula dihapus dari sejarah politik Indonesia.

Karena itu, soal penguatan politik demokrasi pada satu sisi dan kebutuhan stabilitas politik pascapilpres pada sisi lain merupakan dua hal yang mesti dijaga agar yang satu tak mematikan yang lain.

Stabilitas politik tak membunuh demokrasi. Pun penguatan demokrasi tak mengabaikan kebutuhan stabilitas politik. Keduanya sangat penting bagi Indonesia ke depan.

Rekomendasi Rakernas PDI-P sangat relevan dengan kebutuhan penguatan politik demokrasi. Rekomendasi yang berisi pemikiran politik itu tentu saja tak cukup diujarkan. Masyarakat menunggu tindakan politik PDI-P.

Masalahnya, bagaimana rekomendasi itu dijalankan sehubungan dengan kebutuhan stabilitas politik pasca-Pemilu 2024 dan menyongsong pemilihan kepala daerah serentak akan datang.

Untuk pemerintah pusat, PDI-P boleh jadi akan memilih di luar pemerintahan dengan segenap konsekuensi politik sebagaimana pernah dijalani pada periode 2004 – 2014.

Tapi, bagaimana dengan pemerintahan daerah, dengan pemilihan kepala daerah serentak di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota?

Apakah rekomendasinya yang hanya akan menjalin kerja sama dan komunikasi politik dengan mereka yang memiliki komitmen tinggi terhadap agenda reformasi itu berarti menolak kerja sama dengan partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran di pemilihan kepala daerah kelak?

Dalam banyak hal, bukankah terdapat relasi kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah?

Bagaimana isi rekomendasi itu harus dilaksanakan untuk memenuhi penguatan politik demokrasi, sekaligus kebutuhan stabilitas politik, baik nasional maupun daerah?

Tak mudah untuk dijawab dan faktornya tentu saja sangat kompleks. Tapi, saya percaya, sebagai partai yang mengukuhi nilai-nilai substantif dan kaya pengalaman, baik di luar pemerintahan maupun di dalam pemerintahan, PDI-P akan menerjemahkan isi rekomendasi itu melalui tindakan politik yang memerhatikan kebutuhan Indonesia ke depan: penguatan politik demokrasi dan stabilitas politik. Dua hal yang memang tak mudah disatukan.

Tanduk banteng masih tajam. Kita berharap ketajamannya kelak tak tumpul di lapangan politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Dituntut 12 Tahun Bui, SYL Sebut KPK Tak Pertimbangkan Kontribusinya di Masa Krisis

Nasional
Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Pastikan Upacara HUT RI Ke-79 di IKN Aman, BNPT Gelar Asesmen di Beberapa Titik Vital

Nasional
KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

KPK Cecar Said Amin soal Sumber Uang Pembelian 72 Mobil dan 32 Motor Eks Bupati Kukar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com