JAKARTA, KOMPAS.com - Publik menanti sikap PDI-P yang akan dirumuskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V yang diselenggarakan sejak Jumat (24/5/2024).
Dikalahkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang beroleh restu Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2024, PDI-P dan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum mengisyaratkan PDI-P tak akan bergabung dengan pemerintahan nanti.
Pidato politik Megawati pada Jumat sore dinilai posisi partai besutannya tak akan ambil peran dalam barisan pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Sebagai partai yang memiliki sejarah panjang di dalam memperjuangkan demokrasi, kita tetap menempatkan penting adanya check and balance, bahwa demokrasi memerlukan kontrol dan penyeimbang," ucapnya.
Baca juga: Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya
"Partai kami adalah partai yang mempunyai keteguhan dan kesabaran yang luar biasa. Siapa yang enggak mau ngikut? Ya iyalah, sudah enggak zona nyaman, zona nyaman melulu," seru Megawati.
Perempuan 77 tahun itu menegaskan, secara konsep ketatanegaraan, tidak ada istilah oposisi maupun koalisi dalam sistem presidensialisme.
Namun, ia bilang, dirinya siap menjadi provokator demi kebenaran dan keadilan.
Megawati bersikeras dengan anggapannya bahwa Pilpres 2024 diselenggarakan dengan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Ia mengaku tahu persis hal itu dan justru mengkritik pihak-pihak yang seperti menutup mata terhadap hal tersebut.
Megawati menegaskan, jajaran partainya adalah barisan yang tahan banting. Berulang kali, di hadapan ribuan kadernya, ia menantang mereka untuk tetap berani.
"Nanti katanya saya 'Bu Mega provokator' iya, saya sekarang provokator. Demi kebenaran dan keadilan," sambungnya.
Baca juga: Poin-poin Pidato Megawati di Rakernas PDI-P, Bicara Kecurangan Pemilu sampai Kritik Revisi UU MK
"Pemilu ini sering dinyatakan sebagai pemilu paling buruk dalam sejarah demokrasi, penyataan ini banyak dinyatakan oleh para akademisi dan para tokoh masyarakat sipil, guru besar, hingga seniman, budayawan. Dan paling begitu menyedihkan bagi saya adalah terjadinya pengingkaran terhadap hak kedaulatan rakyat itu sendiri," kata Megawati.
Ia kemudian menyinggung praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam Pilpres 2024 yang terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK), baik berupa pengerahan sumber daya negara hingga intimidasi menggunakan instrumen dan aparat penegak hukum.
Kemenangan Prabowo-Gibran memang diwarnai peristiwa bersejarah, karena untuk pertama kalinya MK tidak bulat menyatakan kemenangan pasangan capres-cawapres.
Tiga dari 8 hakim konstitusi menyatakan sejumlah pelanggaran dan kecurangan terbukti, di antaranya keterlibatan penguasa dalam mengerahkan bantuan sosial untuk mendongkrak insentif elektoral dengan memanfaatkan celah hukum.
Baca juga: Ungkit Pemilu 2024 Curang secara TSM, Megawati: Saya Tahu Kok!
Mereka beranggapan, akibat hal itu, maka seharusnya pemungutan suara diulang di sejumlah provinsi, termasuk di wilayah-wilayah dengan jumlah pemilih yang tinggi seperti Pulau Jawa.
Sayang, mayoritas hakim MK tetap menganggap dalil kecurangan tak terbukti. Megawati mengkritik keras MK yang dianggapnya mengalami dekadensi sejak lembaga tersebut diinisiasi pendiriannya sewaktu Megawati ada di tampuk kekuasaan tertinggi.
Apalagi, tiket pencalonan Gibran merupakan hasil pelanggaran etika berat oleh eks Ketua MK Anwar Usman dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"MK itu saya yang mendirikan loh, coba bayangkan kok barang yang saya bikin itu digunakan tapi tidak dengan makin baik," kata dia.
Megawati pun mengaku telah mendengar kasak kusuk mengena perebutan jatah menteri yang semakin intens jelang pelantikan Prabowo-Gibran pada Oktober kelak.
"Jabatan menteri pun, yang Ibu dengar nih, wah, sudah pada rebutan deh," kata Megawati.
Tak hanya partai-partai pengusung Prabowo-Gibran sama-sama meyakini mendapatkan banyak jatah kursi menteri, isu pun mengemuka bahwa kabinet yang dinakhodai Prabowo-Gibran akan menaungi sedikitnya 40 kementerian.
Baca juga: Megawati Sindir Partai Rebutan Jatah Menteri, Ingatkan Kabinet Ramping
DPR RI pun sedang menggodok revisi UU Kementerian sehingga jumlah kementerian tidak lagi dibatasi 34 seperti saat ini, melainkan bebas ditentukan presiden.
Di hadapan ribuan kader dan simpatisan partainya, Megawati lalu mengilas balik keinginannya membentuk kabinet yang ramping ketika menghadapi krisis multidimensional sewaktu dirinya di tampuk kekuasaan.
Sebagai informasi, Megawati merupakan Wakil Presiden RI pada 1999-2001 dan menjadi presiden setelahnya hingga 2004 menggantikan Abdurrahman Wahid yang dilengserkan MPR.
"Ketika menghadapi krisis multidimensi saya lebih memilih membentuk kabinet yang ramping, dengan jumlah menteri 33 tapi bersifat apa, zaken kabinet, kabinet yang profesional," kata Megawati.
"Jadi benar, the right man in the right place. Terbukti krisis dapat diatasi dan seluruh hutang terutama dengan International Monetary Fund dapat dilunasi," tambah dia.
Ia lalu mengungkit utang negara yang semakin tinggi serta pentingnya memiliki kabinet yang profesional untuk mengatasi masalah semacam itu.
"Pertanyaan saya, ayo mikir, utang kita ini gimana cara mbayare? Ayo mikir, mikir loh, jangan enak-enakan tidur loh," ujar dia.
Baca juga: Sindir Utang Menumpuk, Megawati: Ayo Pikir, Bagaimana Bayarnya?
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, nilai utang pemerintah menurun sampai dengan akhir Maret 2024. Ini mengakhiri tren kenaikan posisi utang pemerintah pada beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan data dokumen APBN KiTa, nilai utang pemerintah sampai dengan 31 Maret lalu ialah Rp 8.262,10 triliun. Nilai itu turun sekitar Rp 57,12 triliun dari posisi pengujung Februari 2024, yakni sebesar Rp 8.319,22 triliun.
Susutnya nilai utang pemerintah diikuti dengan penurunan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB).
Rasio utang terhadap PDB tercatat sebesar 38,79 persen pada akhir Maret, lebih rendah dari posisi bulan sebelumnya sebesar 39,06 persen.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, pidato Megawati pada pembukaan Rakernas PD-P Jumat mengisyaratkan sikap oposisi PDI-P dalam pemerintahan Prabowo-Gibran nanti.
Menurut Umam, hal itu terindikasi dari cara Megawati meneriakkan sejumlah slogan seperti "PDI-P tahan banting" dan "berani apa tidak" dalam pidatonya.
"Mega juga meng-embrace jika ada pihak yang menudingnya sebagai provokator, yang diyakininya sebagai provokator demi kebenaran dan keadilan. Sikap ini mempertegas PDI-P tidak ingin diajak negosiasi dan kompromi dengan pemenang Pemilu 2024 lalu," kata Umam.
Baca juga: Pidato Megawati di Rakernas Dinilai Jadi Isyarat PDI-P Bakal Jadi Oposisi Prabowo
Lebih lanjut, Umam juga menyoroti Megawati yang menyampaikan kritik keras kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan.
Bahkan Megawati mengkritik keras praktik penyalahgunaan lembaga penegak hukum dan juga TNI-Polri sebagai alat politik dan kekuasaan.
Megawati pun menggugat praktik kekuasaan yang semakin represif pada kebebasan sipil. Semua itu dianggap mirip dengan praktik kekuasaan yang otokratik.
"Dengan demikian, di bawah kepemimpinan Megawati, maka hampir bisa dipastikan PDI-P akan mengambil sikap sebagai oposisi di hadapan kepemimpinan pemerintahan Prabowo-Gibran," tutur Umam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.