”Nek soal rejeki, Gusti Allah ingkang panggih. Ndilalah kok kulo saget nafkahi tiyang setri kalian yugo (Kalau soal rezeki, saya serahkan Allah yang maha mengetahui. Dan syukur saya bisa membantu menafkahi istri anak, Red),” kata Suroso yang menjalankan usaha tani.
Namun, keterbatasan yang dialami Suroso membuat Sukanti meninggalkan rumah. Karena keinginannya untuk bisa bersekolah, dia memutuskan untuk tinggal di sebuah panti asuhan di Wonosobo sejak SD hingga SMA.
Setelah itu, takdir Allah mengantarkannya ke negeri jiran, Malaysia, bekerja di sebuah yayasan. Sukanti pun menjadi tulang punggung keluarga. Tak hanya membantu kedua orangtua, tapi juga adik-adiknya. Selain itu, dia juga menguliahkan putrinya.
”Semoga, cita-cita bapak untuk bisa melaksanakan haji diridhai Allah,” katanya.
Kisah bapak/anak Suroso-Sukanti juga membuat Ketua Kloter SOC 9 Embarkasi Solo, Fauzan Bakhtiar, begitu terharu.
”Kisah mereka sangat layak menjadi inspirasi kita semua,” katanya.
Baca juga: Warga Jember yang Demensia dan Hilang di Surabaya Tetap Pergi Haji
Dia mengatakan, keberangkatan Suroso memang terbilang lebih cepat dibanding jemaah reguler lain.
Sebab, Kementerian Agama RepubIik Indonesia memiliki kebijakan percepatan bagi para jamaah lansia dan disabilitas.
”Dan, diperbolehkannya Ibu Sukanti untuk mendampingi ayahnya, merupakan bagian dari fasilitasi yang diberikan,” katanya.
Semangat kuat Suroso-Sukanti juga berbuah manis. Seluruh jemaah yang mendampingi keduanya, berusaha membantu agar mereka bisa melaksanakan semua ibadah selama di Tanah Suci.
”Termasuk, saat berziarah ke Raudhah di Masjid Nabawi, saya yang mendampingi beliau (Suroso). Sebab, jemaah perempuan tidak boleh masuk,” kata Margono, salah satu rekan sekamar Suroso.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.