Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Kompas.com - 21/05/2024, 10:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pun model penguasaan sumber-sumber daya ekonomi semakin oligarkis. Risikonya tidak saja yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, tapi juga ambisi untuk membangun perekonomian nasional semakin terbebani oleh biaya yang semakin mahal.

Semakin menguatnya praktik korupsi dan pungutan liar (pungli) di dalam birokrasi pemerintahan membuat angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia semakin memburuk, bahkan pernah mencapai angka 7.

Tahun lalu masih bertengger di level 6,8, naik tajam dibanding masa akhir kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berhasil menorehkan angka 5.

Artinya, biaya berinvestasi semakin mahal. Sehingga biaya untuk mendapatkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga semakin mahal di satu sisi dan biaya untuk membuka lapangan pekerjaan baru dengan investasi baru juga semakin tinggi.

Bahkan pada ranah ini terlihat bahwa sebenarnya jika pemerintah semakin menjauh dari ambisi demokrasi justru akan semakin mempersulit pemerintah untuk mendatangkan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia, karena semakin sulit untuk mendatangkan pertumbuhan ekonomi tinggi akibat praktik pemerintahan yang semakin koruptif dan politis.

Kue ekonomi strategis hanya dikuasai oleh jejaring ekonomi yang bersedia memenuhi keinginan politik para elite kekuasaan.

Sehingga penikmat utama kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintahan sudah bukan lagi rakyat banyak, tapi justru para anggota jejaring ekonomi politik yang menopang kekuasaan, mulai dari daerah sampai ke level nasional.

Walhasil, tingkat pertumbuhan kekayaan dan pendapatan orang kaya meroket alias bergerak jauh lebih cepat dibanding dengan tingkat pertumbuhan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat banyak.

Menurut Thomas Piketty di dalam bukunya yang mendapatkan hadiah Nobel beberapa tahun lalu, “Capital in Twenty-First Century”, persis dalam kondisi seperti itulah ketimpangan ekonomi akan semakin menjadi-jadi dan semakin mekar.

Kemudian dari sisi politik, sebagaimana telah kita saksikan dalam beberapa tahun terakhir, kekuasaan semakin terpersonalisasi di tangan satu pihak dan satu keluarga.

Para politisi dan elite politik di negeri ini semakin menikmati narasi kekuasaan “tunggal” yang dicantelkan kepada satu keluarga di Istana.

Sehingga publik dipaksa untuk memaklumi kehadiran dinasti politik baru di dalam sistem politik nasional Indonesia, yang telah direkayasa sedemikian rupa sebelumnya.

Kehadiran dinasti politik baru tersebut dimaksudkan menjadi tameng bagi keberlanjutan dinasti politik lainnya di negeri ini di satu sisi dan untuk menjamin keberlanjutan praktik-praktik ekonomi politik oligarkis yang telah memperburuk angka rasio gini di sisi lain.

Relasi kuasa yang demikian jelas-jelas sudah bukan lagi berada di dalam ranah cita-cita Reformasi yang disuarakan 26 tahun lalu oleh para elite yang justru saat ini sedang bercengkerama dengan kekuasaan.

Lihat saja, Joko Widodo yang namanya sejatinya tak dikenal di dalam radar Reformasi, baik secara historis maupun secara naratif, kini bersekutu dengan presiden terpilih yang justru memiliki rekam jejak kurang baik di dalam perjuangan Reformasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Nasional
Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Nasional
Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya 'Back Up'

Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya "Back Up"

Nasional
Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Nasional
Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Nasional
Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Nasional
Hari Ini, Sosok yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Hari Ini, Sosok yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Nasional
Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

Nasional
Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

Nasional
Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

Nasional
Respons PDI-P, Nasdem, dan PKB Usai Duet Anies-Sohibul Iman Diumumkan

Respons PDI-P, Nasdem, dan PKB Usai Duet Anies-Sohibul Iman Diumumkan

Nasional
Sudirman Said Mengaku Ingin Maju Pilkada Jakarta Bukan untuk Jegal Anies

Sudirman Said Mengaku Ingin Maju Pilkada Jakarta Bukan untuk Jegal Anies

Nasional
Peretasan Data Bais TNI, Kekhawatiran Bocornya Hal Teknis dan Operasi

Peretasan Data Bais TNI, Kekhawatiran Bocornya Hal Teknis dan Operasi

Nasional
Momen Jokowi Sapa Warga hingga Minum Es Teh di Mal Kota Palangkaraya

Momen Jokowi Sapa Warga hingga Minum Es Teh di Mal Kota Palangkaraya

Nasional
Gagal Lawan Peretas PDN, Pemerintah Pasrah Kehilangan Data Berharga

Gagal Lawan Peretas PDN, Pemerintah Pasrah Kehilangan Data Berharga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com