Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Kompas.com - 18/04/2024, 12:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA hari setelah Lebaran pun ketegangan politik masih bersemayam di ranah politik Indonesia.

Ketegangan politik telah tersemai tatkala tidak adanya pertemuan antara dua tokoh bangsa: Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.

Ketegangan pasca-Pemilu 2024 antara Megawati dan Jokowi telah menjadi perhatian utama dalam dunia politik Indonesia. Kedua tokoh ini memegang peran kunci dalam politik Tanah Air, dan setiap langkah mereka setelah kontestasi Pemilu menjadi sorotan publik.

Pasca-Pemilu 2024, ketegangan mulai muncul di antara keduanya. Isu-isu sensitif seperti konstitusi yang dikhianati, demokrasi terancam, dan pelanggaran terhadap supremasi hukum menjadi pemicu potensial bagi ketegangan ini.

Dinamika hubungan antara Megawati dan Jokowi setelah Pemilu 2024 menjadi bahan spekulasi dan perdebatan di kalangan pengamat politik. Sejumlah pernyataan dari Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang telah disiarkan pers memperkuat narasi tentang ketegangan ini.

Ketidakpastian mengenai hubungan antara Megawati dan Jokowi pasca-Pemilu 2024 memperumit panorama politik Indonesia. Implikasi dari ketegangan ini terhadap stabilitas politik negara menjadi perhatian utama bagi semua pihak.

“Saling memunggungi” sulit serakhir

Prediksi mengenai berakhirnya “saling memunggungi” antara Jokowi dan Megawati memerlukan pemahaman mendalam terhadap perspektif persaingan politik. Persaingan politik antara kedua tokoh ini merupakan faktor utama yang mungkin menentukan kelanjutan permusuhan mereka.

Dalam persaingan politik, terdapat upaya untuk memperoleh kekuasaan, pengaruh, dan sumber daya politik. Persaingan ini mencakup rivalitas antara individu, partai politik, atau kelompok kepentingan berbeda.

Dalam konteks ini, “saling memunggungi” antara Jokowi dan Megawati dapat dipahami sebagai hasil dari persaingan politik yang terjadi di Indonesia. Perbedaan ideologi, tujuan politik, atau pandangan strategis antara keduanya menjadi pemicu konflik.

Selain persaingan politik, potensi pengkhianatan politik juga memainkan peran dalam dinamika hubungan antara Jokowi dan Megawati.

Pengkhianatan politik terjadi ketika individu atau kelompok politik menggunakan kepercayaan atau hubungan politik untuk mencapai tujuan mereka sendiri, bahkan jika itu berarti mengkhianati kepentingan orang atau kelompok yang seharusnya didukung.

Dalam konteks ini, ada kemungkinan bahwa pihak-pihak tertentu berupaya memanfaatkan atau memperburuk “saling memunggungi” antara Jokowi dan Megawati demi kepentingan politik mereka sendiri.

Meskipun berbagai skenario seperti negosiasi politik atau perubahan situasi politik dapat memengaruhi dinamika hubungan mereka, faktor-faktor ini juga harus dipertimbangkan dalam masa depan politik Indonesia.

Dengan demikian, pemahaman yang komprehensif tentang dinamika politik dan interaksi antaraktor politik menjadi kunci dalam meramalkan arah hubungan antara Jokowi dan Megawati di masa mendatang.

Dampak kesehatan Demokrasi

Jokowi dan Megawati “saling memunggungi”, artinya tidak saling bertemu, memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan demokrasi Indonesia.

Tanpa pertemuan, kesempatan untuk membangun konsensus dan memperbaiki kebijakan menjadi terbatas, dan ini bisa saja menghambat kemajuan dalam mencapai kebaikan bersama.

Selain itu, kurangnya interaksi langsung antara Jokowi dan Megawati dapat memperkuat polarisasi politik di Indonesia.

Tanpa dialog yang terbuka dan kerja sama erat, munculnya perpecahan politik yang lebih dalam dan pertentangan lebih keras dapat meningkat.

Ini menciptakan kesenjangan yang semakin besar di antara berbagai kelompok masyarakat, lantas bisa menghambat proses demokratisasi.

“Saling memunggungi” antara Jokowi dan Megawati dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi politik. Rakyat merasa frustrasi dan kecewa dengan kurangnya kemajuan dalam menyelesaikan masalah yang penting bagi mereka.

Terus menerusnya ketidakmampuan atau ketidakmauan Jokowi dan Megawati untuk saling bertemu dapat memiliki dampak yang merugikan terhadap perkembangan demokrasi Indonesia.

Ini menghambat dialog, bisa meningkatkan polarisasi, dan mengganggu stabilitas politik serta akuntabilitas pemerintah.

Lantas demi keutuhan bangsa dan kesehatan demokrasi, bagaimanapun juga rakyat memegang peran kunci dalam mendamaikan pemimpin yang berselisih, meskipun prosesnya mungkin menyakitkan.

Keterlibatan aktif rakyat dalam proses perdamaian politik dapat memperkuat fondasi demokrasi dengan mengurangi polarisasi dan mendorong dialog konstruktif antara para pemimpin yang berselisih.

Mendamaikan pemimpin yang berselisih bukan hanya soal menciptakan keselarasan politik, tetapi juga menyangkut keberlangsungan ekonomi dan sosial.

Lingkungan politik yang stabil dan harmonis membuka pintu bagi investasi yang lebih besar dan kerja sama lebih efektif dalam menangani masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat.

Selain manfaat domestik, perdamaian politik juga memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional. Sebagai negara yang stabil secara politik, Indonesia menjadi lebih menarik bagi negara mitra dan investor asing yang mencari kepastian dan stabilitas dalam bermitra.

Hanya saja proses perdamaian politik tidaklah mudah dan ini memerlukan pengorbanan dari semua pihak yang terlibat. Diperlukan komunikasi terbuka, kesediaan untuk mendengarkan, dan kemauan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Penting juga untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kebenaran dalam proses perdamaian tersebut.

Dengan kesadaran akan pentingnya perdamaian politik dalam memastikan keutuhan bangsa dan kesehatan demokrasi, rakyat Indonesia harus terus mendukung upaya-upaya perdamaian antara pemimpin yang berselisih.

Hanya dengan demikian, Indonesia dapat terus maju sebagai negara demokratis yang stabil, sejahtera, dan berdaulat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com