Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Oktavianus Daluamang  Payong
Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Menelaah Pandangan Romo Magnis Terkait Etika Pejabat Publik

Kompas.com - 05/04/2024, 12:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU-baru ini jagad maya ramai memperbincangkan pernyataan Franz Magnis-Suseno alias Romo Magnis terkait presiden yang memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip pemimpin dari organisasi mafia.

Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu menyampaikan, sikap seorang presiden yang menggunakan kekuasaan demi keuntungan keluarganya merupakan sesuatu yang memalukan.

Tak hanya menandakan kurangnya wawasan, sikap itu juga membuktikan bahwa presiden tersebut hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya (Kompas.id/2/4/2024).

Menjadi pertanyaan, apakah pernyataan Romo Magnis tersebut hanya memberikan suatu pendapat filosofis dan akademis, tetapi men-judge presiden?

Akar masalah

Dalam persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi, Romo Magnis dihadirkan oleh pasangan calon nomor 1 dan nomor 3 sebagai ahli.

Franz Magnis menyoroti terjadinya sejumlah pelanggaran etika dalam Pemilu 2024. Salah satunya pendaftaran Gibran Rakabumiung Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden pendamping capres Prabowo Subianto.

Ia mengutip putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan adanya pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh KPU karena menerima pendaftaran Gibran tanpa merevisi Peraturan KPU (Kompas.id/2/4/2024).

Romo Magnis juga menyoroti keberpihakan presiden dalam Pemilu 2024 dan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.

Menurut dia, presiden boleh saja memberitahukan bahwa dirinya berharap salah calon menang. Namun, saat presiden memakai kedudukan dan kekuasaannya untuk memberi petunjuk kepada aparatur sipil negara (ASN), polisi, dan militer agar mendukung salah satu calon, maka presiden telah melanggar etika secara berat yang dituntut darinya.

Ketika melanggar etika, berarti presiden telah kehilangan wawasan etika dasar tentang jabatan presiden. Bahwa kekuasaan yang ia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan seluruh masyarakat.

Pernyataan Romo Magnis tersebut kemudian menjadi sorotan publik. Banyak yang mendukung pernyataan tersebut, namun banyak pula yang bertentangan.

Salah satu yang menentang pernyataan tersebut adalah Kuasa Hukum Paslon Nomor 2, Yusril Ihza Mahendra. Ia menilai Romo Magnis telah memberikan pandangan filosofis dan akademis, tetapi letak kesalahannya adalah karena men-judge seseorang (presiden) tanpa bukti yang kuat. Benarkah demikian ?

Konsep etika pejabat publik

Salah satu filosafi Jawa yang diulas oleh Ikrar Nusa Bhakti dalam laman Kompas.Id adalah "kuoso nggendong lali" (kuasa memanggul lupa). Inti ajaran tersebut adalah ketika kekuasaan didapat, maka kekuasaan yang dimiliki bisa membuat yang berkuasa menjadi lupa.

Lupa dalam hal ini bisa lupa asal- usul, lupa teman, lupa keluarga, lupa kolega, lupa pada proses awal kekuasaan didapat, lupa pada kegunaan kekuasaan itu untuk apa, lupa pada hakikat kekuasaan bermakna untuk apa.

Bisa juga lupa cara berterima kasih. Lupa menempatkan diri dan lupa pada sangkan paraning dumadi (manusia asalnya dari mana dan akan kembali ke mana).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com