Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fahmi Ramadhan Firdaus
Dosen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember | Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember

Hak Angket Penegakan Demokrasi

Kompas.com - 02/04/2024, 06:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PASCA-pencoblosan 14 Februari 2024, tensi politik di Tanah Air tak kunjung menurun. Hal ini tak terlepas dari sengkarut dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 yang kemudian memunculkan wacana penggunaan Hak Angket oleh DPR.

Lantas sejauh mana peluang Hak Angket sebagai pelaksanaan dari fungsi pengawasan DPR dapat memengaruhi hasil pemilu?

Atau secara lebih luas lagi, apakah Hak Angket dapat memperbaiki penyelenggaraan pemilu kedepannya dan menjamin demokrasi yang berintegritas?

Pengaturan Hak Angket

Berdasarkan Pasal 20A ayat (1), DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Pada ayat (2), dijelaskan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Istilah angket berasal dari Perancis yang berarti enquete atau penyelidikan. Hak Angket diatur pada Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 (UU MD3), yakni hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dalam pengajuannya harus diajukan paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Tidak serta merta, pengusulan Hak Angket harus disertai dokumen berupa materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan.

Hak angket DPR akan ditindaklanjuti apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Secara garis besar, mekanisme Hak Angket terdapat 6 (enam) tahap, yaitu: Inisiasi, Penetapan, Penyelidikan, Rapat Dengar Pendapat (RDP), Pembahasan Hasil Penyelidikan, terakhir Rekomendasi dan Tindak Lanjut.

Peluang Hak Angket Pemilu dan Fenomena "Lame Duck"

Wacana penggunaan Hak Angket Pemilu pertama kali disuarakan oleh Capres 03, Ganjar Pranowo untuk mengkritik penyelenggaraan Pilpres 2024 yang diduga sarat dengan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif.

Gayung bersambut, Capres dan Cawapres 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar ikut mendukung penggunaan Hak Angket tersebut.

Sedangkan dari kubu 02, Cawapres Gibran Rakabuming mempersilahkan apabila Hak Angket diajukan.

Di sisi lain, Presiden Jokowi menanggapi wacana angket sebagai hal biasa yang menjadi bagian dari hak demokrasi dan tidak mempermasalahkannya.

Lantas sejauh mana Hak Angket ini bergulir ataukah hanya sekadar wacana? Mengingat konfigurasi parlemen saat ini mayoritas partai dalam lingkaran pemerintah, belum lagi parlemen akan masuk pada masa “Lame Duck” Session atau fenomena Bebek Lumpuh, yang diartikan sebagai periode transisi lembaga legislatif atau pemerintahan.

Terdapat peluang Hak Angket Pemilu dapat diajukan, tetapi sangat sulit apabila Hak Angket tersebut berlanjut hingga disidangkan dan selesai di tengah masa “Lame Duck Session".

Sebab kurang dari satu tahun akan terjadi pergantian periodesasi anggota parlemen dan pemerintahan. Sementara itu Hak Angket memerlukan waktu untuk penyelidikan yang tidak sebentar.

Secara konfigurasi politik wacana Hak Angket Pemilu di Parlemen tidak bulat, ada kubu 01 dan 03 yang mendukung dan kubu 02 yang tidak melihat urgensi Hak Angket Pemilu.

Selain itu dukungan publik juga diperlukan untuk legitimasi Hak Angket. Lantas pertanyannya, apakah kesadaran terkait Hak Angket menjadi perbincangan hangat akar rumput atau hanya elite dan akademis?

Sedangkan di sisi lain, masyarakat sedang berjuang di tengah sulitnya kenaikan harga beberapa bahan pokok pasca Pemilu.

Sesungguhnya sah-sah saja Hak Angket digulirkan sebagai bentuk pengawasan DPR, tetapi ada beberapa catatan.

Pertama, siapa saja subjek yang dapat dikenakan angket. Pasal 79 ayat (3) menegaskan bahwa subjek yang dapat dikenakan angket adalah Pemerintah.

Dalam konteks ini, KPU maupun Bawaslu meskipun penyelenggara Pemilu, tidak tepat jika menjadi subjek Hak Angket mengingat keduanya bukan merupakan bagian dari Eksekutif melainkan lembaga negara Independen.

Hal ini sama dengan peristiwa Hak Angket tahun 2017, yang menyasar KPK sebagai subjek angket, padahal lembaga antirasuah tersebut merupakan lembaga negara Independen (Sebelum Revisi UU KPK).

Hal ini berbeda apabila DPR menggunakan Hak Angket kepada Pemerintah yang berdasarkan kewenangannya terkait dengan Pemilu. Misalkan dalam konteks kebijakan anggaran atau bahkan dugaan kebijakan ’’cawe-cawe’’ Pemerintah dalam penyelenggaraan Pemilu yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Catatan kedua, apabila dalam penyelidikan Hak Angket menemukan fakta bahwa memang benar kebijakan Pemerintah terkait Pemilu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, Hak Angket tetap tidak dapat memengaruhi, bahkan membatalkan hasil Pemilu sebab terdapat mekanisme tersendiri untuk hal tersebut.

Sengketa Hasil Pemilu diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pilpres, yang putusannya final dan binding.

Sangat sayang apabila DPR melewatkan momen untuk tidak menggunakan Hak Angket. Dengan penggunaan Hak Angket dapat dilakukan penyelidikan untuk menemukan bukti-bukti apakah ada kebijakan Pemerintah terkait Pemilu yang curang atau berpihak pada pasangan calon tertentu.

Terlepas dari hasil elektoral, lebih luas lagi wacana Hak Angket Pemilu dapat dipahami menjadi warning yang konstitusional sebagai catatan bahwa memang penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak baik-baik saja dan terdapat kekurangan, bahkan kecurangan.

Sehingga apabila Hak Angket nantinya direalisasikan, hasil penyelidikannya sesungguhnya penting untuk perbaikan penyelenggaraan Pemilu kedepan demi menjaga serta meningkatkan kualitas demokrasi dan evaluasi atas kebijakan Pemerintah yang tidak efektif dan efisien yang berpotensi menimbulkan kecurangan dalam Pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com