Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tohadi
Dosen dan Advokat

Dosen FH UNPAM dan Advokat Senior Pada TOGA Law Firm

Memahami Putusan DKPP kepada KPU soal Pendaftaran Gibran di Pilpres 2024

Kompas.com - 30/03/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SIDANG sengketa pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) tengah digelar di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). Dari persidangan sengketa pilpres ada hal yang menarik untuk ditelaah secara ilmiah.

Yaitu terkait dalil pemohon dari Tim Hukum Nasional AMIN dan Tim Hukum Nasional GAMA.

Dalam pokok permohonannya, mereka mengungkapkan salah satu alasan adanya pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil dalam Pilpres 2024 adalah KPU sengaja menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka (Gibran) meskipun melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 19 Tahun 2023.

Memang, isu pendaftaran Gibran yang berujung penjatuhan kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Komisioner KPU menjadi isu menarik, sejak putusan dijatuhkan hingga digelarnya sengketa Pilpres ini.

Bahkan, ada kesan dalam pemberitaan di media massa dan di tengah masyarakat telah terjadi salah memahami putusan DKPP tersebut.

Komisioner KPU dijatuhi sanksi peringatan keras, seolah-olah karena mereka menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal calon presiden (bacawapres).

Dari pernyataan ini seakan putusan DKPP diartikan jika Komisioner KPU tidak menerima pendaftaran bacawapres Gibran, maka mereka tidak melakukan pelanggaran etik.

Yang dipahami dari putusan DKPP seakan-akan pelanggaran etik Komisioner KPU karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

Tanpa bertendensi memihak, tulisan ini semata-mata bermaksud mendudukkan pemahaman yang clear atas maksud putusan lembaga etik kepemiluan kita.

Pendaftaran Gibran sebagai bacawapres

Pada 5 Februari 2024, palu Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito diketuk. DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Komisioner.

Mereka adalah Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan Mochammad Afifuddin.

Khusus kepada Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir. Hal ini karena sebagai Ketua KPU, Hasyim dinilai tidak mampu menunjukkan kepemimpinan yang profesional dalam mengomunikasikan dan mengoordinasikan secara kelembagaan terkait perubahan PKPU No. 19 Tahun 2023 dalam menindaklanjuti Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023.

Putusan DKPP tersebut tertuang dalam Putusan No. 135-PKE-DKPP/XII/2023, No. 136-PKE-DKPP/XII/2023, No. 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan No. 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Putusan DKPP ini lahir sebagai respons atas pengaduan kepada Komisioner KPU saat menerima pendaftaran Gibran.

Ketika proses pendaftaran bacapres dan bacawapres dilakukan, KPU menggunakan PKPU No. 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 13 ayat (1) huruf q PKPU No. 19 Tahun 2023 masih mengacu pada ketentuan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang menentukan persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden adalah, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

Dalam rentang masa pendaftaran ini, kemudian ada Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023.

Putusan MK ini telah menafsirkan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

Pada 25 Oktober 2023, KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) masih menggunakan PKPU No. 19 Tahun 2023 dan belum dilakukan perubahan sesuai Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023.

Pelanggaran etik Komisioner KPU

Pasca-Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023 hingga diterimanya berkas pendaftaran Gibran sebagai bacawapres pada 25 Oktober 2023, KPU belum melakukan perubahan atas PKPU No. 19 Tahun 2023.

Padahal, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, seharusnya KPU segera menyiapkan rancangan perubahan atas PKPU No. 19 Tahun 2023 untuk menyesuaikan dengan apa yang diputuskan oleh MK in casu Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 16 Oktober 2023.

Hal ini diperintahkan oleh ketentuan Pasal 10 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan Di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum.

KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah untuk membahas perubahan PKPU No. 19 Tahun 2023. Ini diamanatkan oleh ketentuan Pasal 75 ayat (4) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Namun, sepanjang tenggat waktu itu KPU malah melakukan tindakan, pertama, menerbitkan Surat No. 1145/PL.01-SD/05/2023 perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 tertanggal 17 Oktober 2023, yang ditujukan kepada pimpinan partai politik peserta pemilu Tahun 2024.

Surat KPU ini pada intinya meminta kepada partai politik untuk memedomani Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023, dalam tahapan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Kedua, KPU juga menerbitkan Keputusan KPU No. 1378 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 tertanggal 17 Oktober 2023.

Menurut DKPP, tindakan KPU yang mendahulukan tindakan administratif seperti itu sebagai pelanggaran kode etik. Hal ini karena tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu yang bertentangan dengan ketentuan PKPU dan UU Pemilu, sebagaimana telah disebutkan di atas.

KPU baru menyampaikan surat permohonan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023. KPU mengirimkan Surat No. 1219/PL.01.4-SD/08/2023 perihal Konsultasi Penyesuaian Peraturan KPU berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023.

Sebagai tindaklanjutnya, pada 31 Oktober 2023, KPU melakukan konsultasi dengan DPR dan Pemerintah terkait usulan rancangan perubahan PKPU No. 19 Tahun 2023.

Selanjutnya, pada 1 November 2023, KPU bersama Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan harmonisasi rancangan PKPU tentang Perubahan Atas PKPU No. 19 Tahun 2023.

Pada akhirnya, pada 3 November 2023, rancangan PKPU tentang Perubahan Atas PKPU No. 19 Tahun 2023 ditetapkan dan diundangkan, dengan terbitnya PKPU No. 23 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PKPU No. 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Berdasarkan kronologi di atas terlihat sangat jelas pangkal masalah pelanggaran etik Komisioner KPU yang berujung pada penjatuhan sanksi peringatan keras dan sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.

Yakni karena KPU melakukan kesalahan dalam mengambil tindakan “apa yang seharusnya didahulukan”, yang berakibat ketika menerima pendaftaran Gibran sebagai bacawapres masih menggunakan PKPU No. 19 Tahun 2023, yang belum menyesuaikan dengan Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023.

Walhasil, pelanggaran etik Komisioner KPU bukan karena menerima pendaftaran Gibran sebagai bacawapres.

Sekali lagi, karena kesalahan Komisioner KPU tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, yang berakibat menerima pendaftaran Gibran sebagai bacawapres berdasarkan PKPU No. 19 Tahun 2023, yang belum menindaklanjuti Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023.

PKPU No. 23 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PKPU No. 19 Tahun 2023, yang sudah menindaklanjuti Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, baru diterbitkan pada 3 November 2023.

Namun demikian, KPU ketika menetapkan Gibran sebagai cawapres pada 13 November 2023 telah menggunakan PKPU No. 23 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PKPU No. 19 Tahun 2023, yang telah menindaklanjuti Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023.

Yang perlu dicatat di sini bahwa putusan DKPP tidak sama sekali menyatakan pendaftaran Gibran sebagai bacawapres dan penetapan Gibran sebagai cawapres melanggar etik atau tidak sah.

Sebagaimana disampaikan juga oleh Ketua DKPP Heddy Lugito bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada ketua dan anggota KPU dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden tidak berkaitan dengan pencalonan yang telah berjalan. (Detik.com, 05/02/2024).

Lalu, bagaimana keabsahan pencalonan Gibran sebagai cawapres? Sebagaimana telah diuraikan, ketika penetapan Gibran sebagai cawapres pada 13 November 2023 KPU telah menggunakan PKPU No. 23 Tahun 2023, yang sudah menyesuaikan dengan Putusan MK No. 90/PUU-XXI/20023.

Dengan demikian, menurut penulis, sejauh merujuk pada Putusan DKPP dalam hal ini Putusan No. 135-PKE-DKPP/XII/2023, No. 136-PKE-DKPP/XII/2023, No. 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan No. 141-PKE-DKPP/XII/2023, penetapan Gibran sebagai cawapres tidak diketemukan masalah secara hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa 8 Persen, Airlangga: Kalau Mau Jadi Negara Maju Harus di Atas Itu

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Negara Harus Petahankan Kebijakan Pangan dan Energi

Nasional
Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Prabowo Diminta Kurangi Pernyataan Kontroversi Jelang Pilkada Serentak

Nasional
Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Prabowo Terbang ke Sumbar dari Qatar, Cek Korban Banjir dan Beri Bantuan

Nasional
Soal Pernyataan 'Jangan Mengganggu', Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Soal Pernyataan "Jangan Mengganggu", Prabowo Disarankan Menjaga Lisan

Nasional
BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

BNPB Harap Warga di Zona Merah Banjir Lahar Gunung Marapi Mau Direlokasi

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Revisi UU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, Pakar: Sistem Kita Demokrasi

Nasional
Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Sistem Pemilu Harus Didesain Ulang, Disarankan 2 Model, Serentak Nasional dan Daerah

Nasional
Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Nasional
JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Nasional
Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Nasional
Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com