JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, meyakini bahwa ada pihak yang melindungi para tersangka kasus korupsi timah.
Apalagi, kasus yang baru-baru ini diungkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu bergulir cukup panjang, terhitung sejak 2015 sampai 2022.
“Penambangan liar itu kan bisa dilihat dengan mata dan tidak mungkin sendiri, banyak orang. Apakah hanya orang-orang ini saja yang kemudian leluasa bertahun-tahun melakukan kejahatan di lapangan penambangan timah dan sampai tidak ketahuan?” kata Yenti dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (29/3/2024).
“Ini siapa yang melindungi? Pasti ada orang-orang kuat yang melindungi, siapa ini juga belum terungkap,” tuturnya.
Yenti mempertanyakan pengawasan negara terhadap praktik-praktik ilegal seperti penambangan liar ini. Ia curiga ada kongkalikong antara penambang liar dengan pihak yang mestinya bertindak sebagai pengawas.
“Apakah memang sistem negara ini sudah tidak ada pengawasannya? Atau pengawas-pengawas itu malah justru kongkalikong supaya orang-orang yang ketahuan curang ini, ketahuan menghabisi harta negara yang harusnya masuk ke negara ini, malah memang dilindungi?” ujarnya.
Baca juga: Fakta-fakta Penetapan Tersangka Harvey Moeis, Suami Sandra Dewi yang Terlibat Kasus Korupsi Timah
Yenti pun heran PT Timah Tbk yang notabene merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) “kebobolan” dan menyebabkan negara rugi hingga ratusan triliun.
Menurutnya, berkaca dari kasus ini, harus dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan negara. Ia juga mendorong Kejaksaan Agung untuk mencermati perusahaan-perusahaan boneka atau cangkang yang dibuat dalam kejahatan ini.
"Perusahaan cangkang ini, perusahaan boneka ini, kita juga lihat apakah memang ada izinnya, ataukah izinnya diada-adakan atau ada pemalsuan, pemalsuan itu memang ada tapi dipalsukan, punya orang dianggap, ataukah memang tidak ada kemudian dipalsukan,” kata Yenti.
“Sebetulnya, apa pun modusnya harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung, kalau ada PT yang cangkang- cangkang ini kan, kan ini pasti ada pemalsuan ya kan, karena masuk ke PT-PT ini. Ternyata PT-PT itu tidak ada sebagai anak perusahaan atau memang PT yang dibuat seolah-olah anak perusahaannya, PT-PT boneka," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. Harvey terjerat kasus tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Dalam kasus ini, Harvey diduga bertindak sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT. Selama tahun 2018-2019, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RS, kongkalikong mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
“Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu saudara MRPT alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," jelas Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Jadi Tersangka, Harvey Moeis Diduga Inisiasi Penambangan Liar Komoditas Timah
Harvey dan MRPT beberapa kali bertemu membahas perihal ini. Mereka lantas bersepakat agar kegiatan di pertambangan liar tersebut ditutupi dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Untuk melancarkan aksinya, Harvey menghubungi sejumlah perusahaan smelter guna mengakomodasi rencana tersebut.
Dengan penetapan Harvey sebagai tersangka, total ada 16 tersangka dalam kasus ini. Beberapa tersangka yang sudah ditetapkan, yakni, inisial MRPP alias RS selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017-2018.
Selain itu, ada sejumlah pihak swasta lain, di antaranya crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim selaku Manager PT QSE.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.