Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

THN Anies-Muhaimin: Malpraktik Pemilu 2024 Berawal dari Ambisi Jokowi Melanggengkan Kekuasaan

Kompas.com - 27/03/2024, 09:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Vitorio Mantalean,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Hukum Nasional (THN) pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, mendalilkan bahwa telah terjadi malapraktik dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Ketua THN Anies-Muhaimin, Ari Yusuf Amir, menyebutkan, malapraktik itu berawal dari ambisi Presiden Joko Widodo untuk melanggengkan kekuasaan.

Ini disampaikan Ari di hadapan Majelis Hakim Konstitusi (MK) dalam sidang perdana sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

“Malapraktik Pilpres 2024 berawal dari ambisi Presiden Joko Widodo untuk melanggengkan kekuasaannya,” kata Ari.

THN Anies-Muhaimin berpandangan, ada tiga jenis malapraktik pada Pilpres 2024. Pertama, manipulasi terhadap peraturan perundang-undangan pemilu.

Kedua, memanipulasi pilihan pemilih yang bertujuan untuk mengarahkan atau mengubah pilihan pemilih dengan cara-cara yang manipulatif. Lalu, manipulasi terhadap proses pemungutan dan penghitungan suara hingga pemilu berakhir.

Baca juga: Minta MK Koreksi Pilpres 2024, Anies: Bila Tidak, Penyimpangan Akan jadi Karakter Bangsa

Ari menyebutkan, ada tiga tahapan yang dijalankan oleh Jokowi untuk memuluskan kepentingannya ini. Pertama, melalui wacana jabatan presiden selama tiga periode dengan berbagai instrumen.

Namun, tahap pertama itu gagal karena wacana tersebut ditentang oleh banyak pihak. Oleh karenanya, Jokowi melancarkan tahap kedua berupa wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Akan tetapi, tahapan ini pun gagal sehingga Kepala Negara melancarkan tahapan selanjutnya dengan menunjuk calon penggantinya di pucuk pemerintahan.

Menurut THN Anies-Muhaimin, malapraktik Pilpres 2024 dimulai dari tidak netralnya Jokowi ketika menunjuk ketua panitia seleksi penyelenggara pemilu yang merupakan anggota Kantor Staf Presiden (KSP) sekaligus loyalis Jokowi.

Praktik tersebut memunculkan konflik kepentingan. Padahal, konflik kepentingan dilarang sebagaimana ketentuan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

“Penempatan figur memiliki konflik kepentingan tersebut sedari awal menyebabkan integritas penyelenggara pemilu telah dinodai. Integritas penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pun didelegitimasi dan dirusak sehingga berada di titik memalukan,” ucap Ari.

Selain menempatkan orang presiden dalam menyeleksi penyelenggara pemilu, lanjut Ari, Jokowi juga memanfaatkan para pembantunya di kabinet dan aparatur kekuasaan lainnya untuk menggerakkan jajaran birokrasi. Mulai dari pejabat kepala daerah, kepolisian, TNI, hingga aparat pemerintah di level terendah seperti kepala desa dan perangkat desa.

“Mereka dikooptasi dan digerakkan untuk pemenangan paslon nol dua yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo,” tutur Ari.

Baca juga: Tim Hukum Anies-Muhaimin Singgung Politik Uang Gus Miftah dalam Sengketa Pemilu di MK

Ari menyebutkan, tindakan tersebut menyebabkan terjadinya the violence of election (kekerasan pemilu). Pada tingkat yang paling mengenaskan, katanya, hal ini memicu mortality democratic process (proses kematian demokrasi).

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Aies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Aies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

PKS Siapkan 3 Kadernya Maju Pilkada DKI, Bagaimana dengan Anies?

Nasional
Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran Ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran Ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com