JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia mewaspadai risiko munculnya jaringan teroris setelah penyerangan berdarah dalam salah satu konser di Balai Kota Crocus, Moskwa, Rusia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan deteksi dini jaringan teroris, termasuk terhadap Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang dikaitkan dengan penyerangan di Moskwa.
“Untuk deteksi dini, termasuk juga pemantauan jaringan-jaringan teroris, apalagi ISIS terus dilaksanakan,” kata Hadi saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
Baca juga: Daftar Serangan ISIS Paling Mematikan di Eropa
Hadi menyebutkan bahwa Kemenko Polhukam telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencermati penyerangan di Moskwa.
“Tadi sudah kita bicarakan antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), Kepala Densus (88 Antiteror Polri), semuanya terus dipantau, baik pergerakan maupun aktivitasnya,” ujar Hadi.
“Termasuk juga kita upayakan bisa mendeteksi jaringan-jaringan sehingga bisa masuk kepada lone wolf. Ini yang kami bicarakan tadi,” kata Menko Polhukam.
Dalam rapat, Senin sore, hadir Kepala BNPT Rycko Amelza, Asisten Intelijen Panglima TNI Mayjen Djaka Budi Utama, dan Asisten Operasi Kapolri Irjen Verdianto Iskandar.
Dari rapat koordinasi itu, BNPT melaporkan bahwa kemungkinan aksi terorisme di Indonesia masih tergolong rendah hingga sedang atau menengah.
Baca juga: Fakta Serangan di Gedung Konser Moskwa: 11 Tersangka Ditangkap, 4 Diadili
Indonesia, melalui Menko Polhukam Hadi, mengutuk aksi penyerangan di Moskwa itu.
“Pemerintah mengutuk serangan teror di Moskwa, Rusia yang telah mengakibatkan ratusan korban jiwa. Aksi teror merupakan tindakan yang sungguh tidak beradab, apa pun alasannya karena mengorbankan pihak-pihak yang tidak berdosa,” ujar Hadi.
Sementara itu, Rycko Amelza mengatakan bahwa risiko munculnya jaringan atau aksi terorisme bisa terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
“Kalau sel (terorisme), di seluruh dunia sel-sel itu ada, tapi sel-sel ini kan sel ideologi. Bagaimana cara melawan ideologi? Dengan pengetahuan, berbagi pengetahuan,” ujar Rycko.
Ia mengatakan, di media sosial, masih ada yang mendukung aksi terorisme di Moskwa.
“Masih kita temukan di media sosial, dalam platform media baik yang terbuka, tertutup, tersembunyi, yang pribadi, kelompok, kita masih menemukan narasi-narasi yang mendukung tindakan tersebut. Kita masih menemukan narasi yang melakukan penyebaran sharing, melakukan propaganda,” kata dia.
Aksi penyerangan terjadi di Balai Kota Crocus, Moskwa, pada Jumat (22/3/2024) waktu setempat. Sedikitnya, 133 orang tewas dalam serangan berdarah tersebut.
Meski sudah ada klaim kelompok ISIS atau NIIS yang melancarkan penembakan tersebut, Presiden Rusia Vladimir Putin sama sekali tidak menyinggung kelompok tersebut saat berpidato pada Sabtu (24/3/2024) malam.
Baca juga: Rusia Tolak Komentari Klaim ISIS Bertanggung Jawab atas Penembakan Konser Moskwa
Dikutip dari Kompas.id, Putin malah menghubungkan kejadian itu dengan Ukraina.
Namun, Amerika Serikat menilainya sebagai kesalahan.
“NIIS bertanggung jawab penuh atas serangan ini. Tidak ada keterlibatan Ukraina sama sekali,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson dalam pernyataan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.