Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Kasus Pungli, Pengamat Sarankan KPK Tak Rekrut Pegawai dari Kementerian atau Lembaga Lain

Kompas.com - 17/03/2024, 15:25 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Unversitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak merekrut pegawai dari kementerian atau lembaga lain.

Saran ini Zaenur sampaikan saat diminta merespons 15 pegawai dan mantan pegawai KPK yang terjerat kasus dugaan pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK.

Tidak sedikit dari mereka merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari kementerian atau lembaga lain di KPK.

Baca juga: Kepala Rutan KPK Jadi Tersangka Pungli, Ditjen Pas Kemenkumham Hormati Proses Hukum

Menurut Zaenur, kasus pemerasan di lembaga sendiri ini harus menjadi pelajaran penting bagi KPK dalam memilih pegawai mereka.

“Pelajaran apa yang diambil? Yang diambil adalah KPK kalau mau menjadi sebuah lembaga yang independen, maka harus dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan pegawainya secara independen,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Minggu (17/3/2024).

Tidak hanya untuk petugas Rutan, menurut Zaenur, idealnya KPK juga tidak merekrut penyidik dari institusi kepolisian.

Sebab, lembaga kepolisian dinilai belum bersih dari berbagai bentuk penyakit keorganisasian sehingga bisa membawa tradisi buruk ke KPK.

“Misalnya sebelumnya ada Stephanus Robin Pattuju, penyidik KPK yang penempatan dari Polri melakukan korupsi di KPK berjumlah puluhan miliar,” tutur Zaenur.

Persoalannya, kata Zaenur, KPK saat ini merupakan lembaga di lingkup pemerintah sehingga dinilai tidak bisa independen dalam mengatur pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM).

Baca juga: KPK Tunjuk Plt Kepala Rutan Setelah Achmad Fauzi Jadi Tersangka Pungli

Karena itu, untuk membuat KPK benar-benar independen, ia mendorong agar Undang-Undang KPK kembali direvisi.

“KPK full independen memenuhi independensi itu, termasuk independensi SDM dengan memenuhi semua bentuk kebutuhan SDM secara mandiri,” kata Zaenur.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Kepala Rutan KPK 2022-2024 Achmad Fauzi dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK 2018-2022 Hengki sebagai tersangka.

Kemudian, pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) Deden Rochendi selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Cabang Rutan KPK periode 2018.

Lalu, Sopian Hadi selaku PNYD yang ditugaskan menjadi petugas pengamanan, Ristanta PNYD sekaligus Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021.

Ari Rahman Hakim selaku PNYD yang ditugaskan menjadi petugas Rutan KPK, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho Heri Angga Permana selaku PNYD yang menjadi petugas cabang rutan KPK.


Petugas cabang rutan KPK Muhamad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ubaidillah A, Mahdi Aris.

Mereka diduga mengumpulkan uang pungli dari para tahanan korupsi dengan nilai mencapai Rp 6,3 miliar sejak 2019 sampai 2023.

Uang itu dibagi-bagikan dalam jumlah yang berbeda sesuai jabatan mereka. Achmad Fauzi misalnya, mendapatkan setoran Rp 10 juta per bulan.

Mereka disangka melanggar Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com