JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dilaporkan ke Ombudsman RI karena merenovasi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Laporan ini dilayangkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK).
Mereka menilai, Kementerian PUPR melakukan tindakan malaadministrasi sesuai Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
"Tindakan malaadministrasi yang kami maksud adalah red tape, yaitu penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan secara singkat," kata Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya dalam keterangan tertulis, Kamis (14/3/2024).
Baca juga: Ombudsman Ingatkan Pemerintah, Jangan Sampai Terulang Impor Beras Besar-besaran Seperti 1997-1998
Kementerian PUPR dinilai tidak memberikan keterbukaan dan ruang dialog terkait renovasi tempat kejadian perkara ratusan korban tragedi Kanjuruhan itu.
"Upaya ini penting kami tempuh guna menuntut transparansi dan akuntabilitas pemerintah di balik alasan untuk merenovasi stadion Kanjuruhan," tutur Dimas.
Padahal, masih ada upaya hukum yang berjalan terkait tragedi Kanjuruhan yang diajukan TATAK di Mabes Polri.
Sudah selayaknya, Stadion Kanjuruhan yang menjadi tempat kejadian perkara dan bukti nyata sangat krusial digunakan untuk barang bukti.
"Alih-alih mempertahankan dan menjaga alat bukti, Kementerian PUPR bersama dengan kedua BUMN tersebut justru tetap akan mewujudkan rencana renovasi stadion ini," kata dia.
Dimas menilai, keputusan Kementerian PUPR untuk merenovasi Stadion Kanjuruhan merupakan tindakan melawan hukum dan pengabaian hukum yang menimbulkan kerugian bagi keluarga dan juga korban tragedi Kanjuruhan.
Oleh sebab itu, TATAK mendesak agar Ombudsman menyatakan tindakan malaadministrasi pada Kementerian PUPR dan dua BUMN yang melakukannya.
Baca juga: Saat Keluarga Korban Kanjuruhan Curhat ke Cak Imin…
Tragedi Kanjuruhan adalah tragedi dunia sepak bola Indonesia yang paling banyak memakan korban jiwa.
Peristiwa itu terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur saat pertandingan Persebaya Surabaya melawan Arema Malang.
Pertandingan yang digelar pukul 20.00 itu menjadi petaka setelah tuan rumah Arema FC tumbang oleh Persebaya dengan skor 2-3.
Kericuhan kemudian terjadi di lapangan, tetapi keributan memuncak setelah gerombolan polisi menembakkan gas air mata ke tribune penonton.
Akibat gas air mata yang diketahui telah dalam masa kedaluwarsa itu, para penonton yang tenang di tribune berhamburan.
Desakan terjadi dan akhirnya banyak korban tewas akibat sesak nafas dan terjepit di antara ratusan penonton yang ingin keluar dari stadion.
Setidaknya, ada 135 korban jiwa akibat peristiwa itu.
Terdapat tiga polisi yang dijadikan tersangka karena tragedi tersebut dan dua pihak penyelenggara.
Lima terdakwa itu adalah Kabagops Polpres Malang Wahyu Setyo Pranoto, Brimob Polda Jawa Timur Hasdarmawan, dan Kasat Sammapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi.
Dua penyelenggara yaitu security officer Suko Sutrisno dan Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris.
Baca juga: Debat Anies dan Ganjar soal Rasa Keadilan Peristiwa Kanjuruhan dan Km 50
Dalam persidangan, majelis hakim memvonis Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris penjara 1,5 tahun, sedangkan security officer Arema FC, Suko Sutrisno dihukum 1 tahun penjara.
Selanjutnya, Danki 1 Brimob Polda Jawa Timur, Hasdarmawan divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Sementara itu, Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi dan Kabagops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dibatalkan vonis bebasnya oleh Mahkamah Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.