"Jadi Ketua DPR akan otomatis menjadi jatah parpol dengan suara terbanyak pertama. Lalu, kursi wakil ketua masing-masing diberikan kepada parpol dengan raihan kursi terbanyak kedua sampai kelima. Kalau terdapat parpol dengan kursi yang sama maka acuannya pada jumlah suara partai," ujarnya lagi.
Baca juga: Menilik Suara 4 Pimpinan DPR yang Kembali Bersaing Jadi Caleg pada Pileg 2024
Lucius mengatakan, dengan mekanisme proporsional tersebut, maka tidak mungkin lagi ada manuver-manuver tertentu pada saat proses penentuan pimpinan DPR jika mekanismenya berkaca berdasarkan paket calon pimpinan di UU MD3 tahun 2014 dan UU Nomor 2 Tahun 2018.
Namun sebaliknya, manuver bisa datang setelah melihat penetapan jumlah kursi partai politik di Pemilu 2024.
"Manuver bisa datang dari koalisi pendukung pemerintah yang mungkin saja tidak bisa mendapuk kursi Ketua DPR karena kalah jumlah kursi dari PDI-P," ujar Lucius.
"Tetapi, kalau Golkar berhasil meraih kursi terbanyak maka mungkin enggak ada manuver dari koalisi pendukung pemerintah," katanya lagi.
Lucius beranggapan, Partai Golkar selaku partai koalisi pemerintah juga berkepentingan menempati kursi Ketua DPR.
"Dan karena mekanisme penentuan pimpinan berdasarkan jumlah kursi, mungkin saja akan ada manuver merubah kembali Pasal 427D UU MD3 2018," ujarnya.
"Posisi sementara jumlah suara PDI-P dan Golkar yang bersaing ketat untuk merebut posisi parpol dengan kursi terbanyak di parlemen membuat kemungkinan akan terbukanya peluang manuver politik untuk mengubah lagi mekanisme penentuan pimpinan berdasarkan Pasal 427D UU MD3 tahun 2018," kata Lucius lagi.
Baca juga: Pimpinan Baleg Yakin Pemerintah Sepakat Penambahan Kursi Pimpinan DPR dan MPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.