Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Bakal Pelajari dan Minta Klarifikasi soal Dugaan Bahlil Minta Imbalan Uang Miliaran untuk Terbitkan IUP

Kompas.com - 04/03/2024, 20:19 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mempelajari informasi mengenai dugaan korupsi Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di sektor perizinan tambang nikel.

Adapun Bahlil diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk mencabut dan mengaktifkan kembali sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) dengan permintaan senilai miliaran rupiah.

Dorongan agar KPK memeriksa Bahlil disampaikan anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto.

Baca juga: Bahlil: Sekarang Ngurus Izin Usaha Enggak Boleh Ada Amplop-amplopan

“KPK mencermati informasi yang disampaikan masyarakat,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dihubungi, Senin (4/3/2024).

Alex mengatakan, pihaknya juga akan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak yang disebut mengetahui atau diduga terlibat perizinan tambang nikel.

Tidak hanya itu, mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu, juga menyatakan pihaknya bakal berkoordinasi dengan kementerian yang dipimpin Bahlil.

“KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perizinan tambang nikel,” tutur Alex.

Baca juga: Eks Anggota DPRD Malut sampai Mahasiswa Mangkir, KPK Ingatkan Kooperatif

Dalam keterangan resminya, Mulyanto menyebut Bahlil diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Ia mencabut dan menerbitkan kembali IUP dan HGU perkebunan kelapa sawit dengan imbalan miliaran rupiah maupun penyertaan saham di tiap-tiap perusahaan.

Karena itu, Mulyanto meminta KPK memeriksa Bahlil.

“Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya.

Menurut Mulyanto, keberadaan satgas tersebut juga sarat kepentingan politik. Terlebih satuan itu dibentuk menjelang pemilihan presiden 2024.

Baca juga: Mantan Pimpinan KPK Desak Firli Bahuri Ditahan, Polri: Masih Proses Penguatan Perkara

Pihaknya curiga satgas itu dibentuk sebagai usaha untuk legalisasi pencarian dana pemilu.

“Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu,” tutur Mulyanto.

Kompas.com telah menghubungi Bahlil untuk meminta tanggapan terkait persoalan IUP/HGU itu. Namun, hingga berita ini ditulis Bahlil bekum merespons.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com