Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Pemilu Harus Menyehatkan Demokrasi

Kompas.com - 01/02/2024, 08:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMILU semakin dekat, dunia maya pun kian riuh rendah. Alhasil, media sosial (medsos) kini dicap biang keributan.

Serangan personal, bully online, dan perang opini merajalela di beranda digital. Platform X (dulu Twitter), barangkali, jawara dalam hal ini.

Di sana, debat kusir tanpa henti, saling hujat dan ejekan menjadi tontonan harian. Platform lain pun tak jauh berbeda. Facebook, Instagram, bahkan LinkedIn, yang bercita-cita sebagai ruang profesional, tak luput dari drama.

Dari sinilah muncul anggapan bahwa platform medsos memang diciptakan untuk memicu kehebohan. Memang benar, algoritma dirancang untuk memaksimalkan "engagement", mengutamakan luapan emosi ketimbang perbincangan reflektif dan rasional.

Konten sensasional, penuh "bumbu" kontroversi, jelas lebih laku ketimbang diskusi intelektual mendalam. Bahkan ada yang menyebut, medsos tak ubahnya mesin perang psikologis, memancing amarah dan adu domba demi klik dan keuntungan.

Masalah medsos lebih dalam dari sekadar keserakahan dalam pemanfaatan teknologi canggih. Medsos, pada dasarnya, adalah gejala (a symptom), bukan penyebab (a cause).

Kegaduhan yang merajalela di dunia maya hanyalah cerminan dari keadaan masyarakat kita yang sesungguhnya (Bylund, 2024).

Dengan kata lain, dinamika media sosial bukanlah penyebab utama demokrasi yang sakit, melainkan gejala dari dukungan masyarakat terhadap ideologi demokrasi.

Artinya, cara media sosial berfungsi atau karakteristiknya yang kian kontroversial adalah hasil dari penerimaan secara luas dalam masyarakat terhadap ideologi demokrasi.

Betapa tidak, demokrasi menganjurkan pluralitas opini dan kebebasan berbicara. Media sosial, sebagai platform yang memungkinkan berbagai suara diungkapkan, dapat mencerminkan nilai-nilai ini dan terkadang menciptakan lingkungan yang penuh dengan beragam pandangan.

Demokrasi sebagai sistem memang telah berevolusi. Dari sistem pemilihan perwakilan di masa Athena kuno, kini menjadi "one man, one vote" ala negara kesejahteraan (welfare states) Barat. Namun, di tataran ideologis, terjadi penyimpangan.

Egalitarianisme, yang awalnya menekankan hak asasi individu menjadi cita-cita kesetaraan absolut. Ketimpangan ekonomi, perbedaan pendapat, bahkan kesuksesan individu kini dipandang sebagai anomali yang harus dihapus.

Inilah tantangan demokrasi modern dalam menyeimbangkan sistem dengan ideologi. Demokrasi sebagai sistem harus menjunjung tinggi kebebasan individu dan supremasi hukum, sementara demokrasi sebagai ideologi sering kali tergoda untuk menggunakan kekuasaan mayoritas untuk memaksakan kesetaraan dalam segala hal, yang dapat menggerus hak-hak individu dan melemahkan tatanan hukum (Chair, 2024).

Dampaknya, di ruang digital yang mendewakan keramaian, suara para pakar tak lagi ditakar berdasarkan keahlian, melainkan jumlah pengikut. Kedalaman dialog dan diskusi hilang ditelan teriakan mayoritas.

Siapa pun yang berani melontarkan opini kontra arus berpotensi dicap pengkhianat atau musuh. Diskusi sehat digantikan oleh penggiringan opini secara masif, di mana kebenaran ditentukan oleh kekuatan suara, bukan logika dan argumen.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com