Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Problem Netralitas ASN Kala Pemilu Dinilai akibat Budaya Feodalistik

Kompas.com - 18/01/2024, 15:54 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Problem pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam proses pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dinilai terkait erat dengan budaya feodalistis yang masih lekat di tengah masyarakat.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai salah satu faktor maraknya pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilpres adalah sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kurang tegas mempraktikkan komitmen itu.

Selain itu, karena hukumannya yang relatif kurang tegas juga membuat pelanggaran berulang meski dilakukan oleh ASN yang merupakan pejabat.

"Jangan lupa, kultur di kita juga sangat feodalistik, sangat melayani atasan," kata dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Rabu (17/1/2024).

Baca juga: Guru dan Sekolah Diminta Jaga Netralitas Pemilu 2024

Di sisi lain, Bivitri menilai kurangnya kemauan buat menegakkan aturan terkait netralitas juga terlihat dari minimnya aksi pemerintah yang dilakukan buat memastikan hal itu berjalan.

"Saya tidak melihat komitmen itu dan juga tidak ada aksi langsung seperti membuat saluran-saluran pengaduan," ucap Bivitri.

Salah satu contoh kasus pelanggaran netralitas ASN adalah sikap Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Medan dan Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar yang mengajak memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga: TPN Cium Potensi Pelanggaran Netralitas ASN yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif


Bivitri juga meyinggung soal adanya benturan kepentingan dan nepotisme antara petahana dan salah satu pasangan calon di Pilpres 2024. Benturan kepentingan itu, kata dia, kemudian ikut memengaruhi kebijakan, fasilitas, dan struktur ASN.

"Yang sudah kelihatan dua (dugaan pelanggaran) paling tidak, yang pertama adalah penggunaan fasilitas. Tadi sudah dinyatakan waktu wawancara, dalam penyelidikan berikutnya oleh Bawaslu saya kira bisa dibuktikan lebih jauh tentang fasilitas," ucap Bivitri.

"Kedua, tentang strukturnya, untuk menggunakan struktur atau tangan-tangan yang tergabung dalam ASN baik secara langsung atau tidak, terkait struktur birokrasi dijadikan alat meraih suara atau berkampanye tapi secara terselubung," lanjut Bivitri.

Bivitri mengimbau supaya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa memeriksa semua dugaan pelanggaran secara independen dan membongkar secara mendalam.

Baca juga: JK Singgung Netralitas Jokowi di Pilpres, Moeldoko: Itu Subyektif

Menurut Bivitri, Bawaslu harus mengungkapkan hasil investigasi kepada publik terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN sebagai lembaga independen.

"Harus dibuktikan lebih lanjut oleh Bawaslu, tapi memang ini sudah ada langkah-langkah yang memang sudah membuktikan bahwa ada benturan kepentingan yang terjadi sehingga memengaruhi struktur birkorasi, bagaimana dia berjalan untuk menguntungkan pasangan calon tertentu," ujar Bivitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Pembahasan RUU Kelautan, DPR RI Minta Pemerintah Satu Suara

Soal Pembahasan RUU Kelautan, DPR RI Minta Pemerintah Satu Suara

Nasional
Belajar dari MA dan MK, Utak-atik Hukum demi Penguasa Bakal Berlanjut

Belajar dari MA dan MK, Utak-atik Hukum demi Penguasa Bakal Berlanjut

Nasional
Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Temui Menkeu, Bahas Transisi Pemerintahan dan RAPBN 2025

Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Temui Menkeu, Bahas Transisi Pemerintahan dan RAPBN 2025

Nasional
Putusan MA Diprediksi Bisa Semakin Menguatkan Dinasti Politik Jokowi

Putusan MA Diprediksi Bisa Semakin Menguatkan Dinasti Politik Jokowi

Nasional
Kecurigaan Publik Putusan MA Muluskan Jalan Kaesang Dinilai Wajar

Kecurigaan Publik Putusan MA Muluskan Jalan Kaesang Dinilai Wajar

Nasional
Jokowi Resmikan Ruas Tol Seksi Bangkinang-XIII Koto Kampar dan 10 Jalan Daerah di Riau

Jokowi Resmikan Ruas Tol Seksi Bangkinang-XIII Koto Kampar dan 10 Jalan Daerah di Riau

Nasional
Soal Duet Budi Djiwandono-Kaesang, PSI: Warga Rindu Pemimpin Muda

Soal Duet Budi Djiwandono-Kaesang, PSI: Warga Rindu Pemimpin Muda

Nasional
Ramainya Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende Jelang Hari Lahir Pancasila

Ramainya Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende Jelang Hari Lahir Pancasila

Nasional
Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Nasional
Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Nasional
Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Nasional
Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Nasional
4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

Nasional
Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Nasional
Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com