Realitas politik semacam inilah yang kerap berdampak buruk bagi konsolidasi dan penguatan partai. Menjadikan partai sekadar batu loncatan untuk meraih kekuasaan dan ambisi pribadi.
Situasi yang membuat politisi kutu-loncat terus tumbuh bak cendawan di musim hujan. Bisa berpindah partai kapan saja sesuai kepentingan diri atau kelompok.
Berpartai tidak dijadikan sebagai wahana untuk merealisasikan visi dan nilai kepartaian. Berpartai tidak untuk menjadi jembatan mengagregasi atau memperjuangkan kepentingan publik yang lebih luas.
Sikap politik Maruarar juga bisa diikuti atau menjadi pelajaran bagi Jokowi, yang sampai saat ini belum bersikap, sekalipun telah merestui putranya Gibran maju sebagai cawapres berpasangan dengan Prabowo, menantang calon yang diusung PDI-P.
Ini tentu situasi yang secara etika politik sulit untuk diterima, apalagi dibenarkan. Bagaimana mungkin Jokowi dapat bersikap adil terhadap PDI-P dalam Pilpres 2024 ini, sementara putranya sendiri ikut berkontestasi dari koalisi yang berbeda.
Secara fatsun politik pun mestinya Jokowi harus mengikuti pilihan dan keputusan politik dari partainya. Semua kader partai diharapkan mengikuti keputusan partainya, penting dalam menciptakan kohesi internal.
Kesatuan tentu saja diperlukan dalam memperkuat posisi partai terutama jelang proses politik seperti perhelatan pemilu, termasuk untuk memudahkan implementasi kebijakan yang diambil bersama.
Selain itu, kader partai yang mendukung keputusan partai menunjukkan solidaritas dan komitmen terhadap visi dan misi partai, yang dapat meningkatkan kepercayaan publik, ujungnya adalah eksistensi partai.
Sementara bila seorang kader partai membelot, hal tersebut dapat menciptakan ketidakstabilan di internal dan berpotensi merugikan citra partai. Setiap partai tentu memiliki mekanisme internal untuk menangani situasi, termasuk sanksi dikeluarkan dari partai.
Di titik ini, Jokowi mestinya segera mengambil sikap politik, mengikuti langkah Maruarar, atau sebaliknya PDI-P segera mengambil keputusan, menyatakan dengan tegas bahwa keanggotaan Jokowi di partai itu telah berakhir. Mungkinkah? Kita nantikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.