Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sudirman Said
Ketua IHN

Ketua Insitut Harkat Negeri (IHN)

“Hot Letter”: Cara Presiden Lincoln Kontrol Emosi

Kompas.com - 12/01/2024, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DOKTER Mesty Ariotedjo, seorang profesional, ahli kesehatan masyarakat yang sangat menaruh perhatian pada tumbuh kembang anak, tiba-tiba berkomentar soal politik melalui akun X-nya, seperti berikut (dikutip utuh):

Aku ga pernah ngomongin politik, tapi kayaknya dari segi dokter anak bisa berkomentar tentang pentingnya ajarkan regulasi emosi pada anak, karena studinya orang yang mampu meregulasi emosi dapat memecahkan masalah dengan lebih baik”.

Aku jujur takut, memiliki pemimpin negara yang belum mampu meregulasi emosi, mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, seperti gobl*k, ndasmu…apalagi perkara HAM yang belum usai…"

Mencoba memahami istilah teknis kedokteran, saya menduga yang dimaksud dengan “meregulasi emosi” tentu bukan mengeluarkan peraturan pemerintah atau profesi kedokteran untuk mengatur emosi seseorang.

Yang dimaksud meregulasi emosi dapat diduga sebagai suatu mekanisme internal dalam diri seseorang untuk menata, mengendalikan, dan mengelola suasana hatinya dalam merespons tekanan dan berbagai masalah yang dihadapinya.

Hari-hari ini, memang publik sedang mendapatkan kesempatan besar untuk lebih mengenal para calon pemimpin bangsa yang sedang berlaga melalui Pemilu 2024.

Komunikasi publik melalui berbagai forum debat, forum-forum dialog yang digelar oleh berbagai organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan, atau sejumlah momen publik lainnya; adalah kesempatan besar untuk mengenal lebih dekat visi, nilai-nilai, karakter, dan perilaku mereka.

Bagi para kontestan juga kesempatan emas untuk unjuk pamor, siapa yang paling berkualitas dalam penguasaan substansi dan tata cara berinteraksi dengan publik, sekaligus menjadi batu uji siapa yang paling layak dipercaya publik untuk memimpin negara besar bernama Indonesia.

Melihat proses debat beberapa kali, dan juga memperhatikan forum-forum ikutan pascadebat, kita dapat memahami kecemasan dr. Mesty Ariotedjo; terlebih bila dikaitkan bahwa seluruh pilihan kata, dan tindak tanduk pemimpin negara akan menjadi rujukan bagi seluruh rakyat.

Banyak muncul kejadian yang cenderung mengumbar emosi, menggunakan kata-kata yang tak patut diucapkan di panggung publik, dan sikap-sikap yang tak menampilkan keluhuran seorang pemimpin; tengah ditampilkan oleh kandidat tertentu.

Yang lebih memprihatinkan, sikap-sikap dan tindak tanduk itu ditepuktangani dengan gegap gempita oleh para pendukungnya, yang di antaranya adalah para petinggi negara yang masih menjabat.

Sebagai seorang dokter yang memahami benar mekanisme dan proses tumbuh kembang anak, kecemasan dokter Mesty sangat beralasan.

Ia pasti membayangkan referensi apa yang akan didapat oleh anak-anak generasi kita nanti, bila yang tampil di panggung kepemimpinan negara adalah pilihan kata (diksi), bahasa tubuh, sikap, dan tindak tanduk yang mencerminkan ketidakmampuan sang pemimpin dalam mengontrol emosinya.

Tampaknya, kecemasan ini meluas, tak terbatas dirasakan oleh seorang dokter. Banyak sekali komentar tokoh-tokoh nasional, baik politisi, psikolog profesional, ahli komunikasi politik, para pendidik, hingga tokoh-tokoh agama yang mengemukakan kekhawatiran dengan nada serupa.

Seorang tokoh senior, sampai-sampai memberi semacam peringatan: ”Kalau debat antar kandidat saja marah-marah terus, bagaimana nanti kalau berdebat dengan pemimpin negara lain?”

Siapaun yang terpilih menjadi pemimpin bangsa nanti, tentu rakyatlah yang akan menentukan. Siapapun itu, haruslah kita sadari sepenuhnya bahwa presiden juga manusia, ia punya rasa dan punya hati, yang tak bisa lepas dari naik turunnya kadar emosi.

Terlebih tugas-tugas dan kewajiban seorang presiden sangatlah lekat dengan tekanan, baik tekanan fisik, pikiran, dan mental.

Itulah sebabnya akademisi Reza Indragiri dari Universitas Indonesia menekankan perlunya seorang calon presiden memiliki kapasitas yang disebut executive functionality.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com