Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putar Balik Strategi Ganjar dan PDI-P Diduga akibat Efek Ekor Jas Tak Sekuat Jokowi

Kompas.com - 18/12/2023, 05:30 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan strategi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dinilai akibat efek ekor jas (coat tail effect) yang dimiliki tidak sekuat Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Alhasil, Ganjar dan PDI-P dianggap mulai memperhalus kampanye, meninggalkan posisi berhadapan, dan mulai kembali mencoba mengidentikkan diri dengan Jokowi demi menarik suara para pendukungnya.

"Secara elektoral, coat tail effect Ganjar ternyata tak sekuat Jokowi effect. Sehingga PDI-P balik badan agar tidak semakin ditinggalkan pendukung-relawan Jokowi yang perlahan bermigrasi ke Gerindra atau memilih Prabowo Gibran jika negative campaign terus dilakukan," kata Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (17/12/2023).

Menurut Agung, efek ekor jas Jokowi bukan persoalan tentang elektabilitas pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang masih tinggi, akan tetapi lebih kepada persepsi masyarakat atas kinerja pemerintahan saat ini.

Baca juga: Kaesang Bingung Posisi Ganjar, TPN: Program dan Karakter Prabowo Justru Antitesis Jokowi

"Perihal Jokowi effect ini bukan soal elektabilitas Gibran atau Prabowo, tapi bagaimana Presiden Jokowi mampu menunjukkan kinerja yang positif dengan approval rating yang tinggi di kisaran 70 persen sampai 80 persen," ucap Agung.

Jajak pendapat Litbang Kompas Desember 2023 menunjukkan elektabilitas pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berada di urutan pertama.

Berdasarkan survei yang berlangsung pada 29 November-4 Desember 2023 itu, Prabowo-Gibran memperoleh elektabilitas 39,3 persen.

Sementara elektabilitas pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar ada di angka 16,7 persen.

Baca juga: Soal Ndasmu Etik Prabowo, TPN Ganjar: Ada Persoalan Serius Terkait Psikologis

Sedangkan tingkat elektoral pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tercatat 15,3 persen.

Adapun survei melibatkan 1.364 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia.

Metode tersebut tersebut memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error lebih kurang 2,65 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Survei dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas.

Selain itu, Agung menilai posisi politik Ganjar dan PDI-P pada Pilpres 2024 seolah serba tanggung. Meski bersaing dalam Pilpres dan berseberangan dengan Jokowi, mereka juga menjadi partai pendukung pemerintah.

Baca juga: Ganjar Minta Ruang Tanya Jawab Diperbanyak Saat Debat Capres-Cawapres

Sebab capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tegas mengusung tema perubahan dan berseberangan dengan pemerintah.

Sedangkan Prabowo-Gibran menyatakan akan melanjutkan program Presiden Jokowi.

"Ganjar gamang dengan posisi branding politiknya di tengah PDI-P yang berkoalisi namun rasa beroposisi atas Presiden Jokowi," ujar Agung.

Baca juga: Kaesang Bingung Positioning Ganjar Saat Debat, Jubir: Dia Capres Paling Jujur


Sebelumnya PDI Perjuangan cukup gencar melontarkan serangan kepada Jokowi terkait sikap politiknya yang dianggap condong mendukung capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.

Serangan itu semakin marak setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian gugatan syarat batas usia capres-cawapres yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan kontroversial itu dibacakan pada 16 Oktober 2023 lalu.

Dengan landasan putusan MK itu Gibran yang masih menjabat sebagai Wali Kota Solo dan ketika itu merupakan kader PDI Perjuangan kemudian dipasangkan dengan Prabowo sebagai capres-cawapres.

Baca juga: Kaesang Bingung, TPN Minta Putra Bungsu Jokowi Itu Tak Perlu Urusi Ganjar

Anwar Usman yang ketika itu masih menjabat Ketua MK kemudian diadukan karena dugaan melanggar etik.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kemudian memutuskan Anwar terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberhentikannya dari jabatan Ketua MK.

Presiden Jokowi pun dikritik bertubi-tubi karena dianggap membiarkan Gibran melenggang menjadi cawapres meski putusan MK dianggap cacat moral karena melanggar etik.

Akan tetapi, lambat laun sikap PDI Perjuangan terhadap Jokowi seakan mulai melunak.

Baca juga: Optimistis soal Target 40 Persen Suara di Jabar, Ganjar: Masyarakat Sudah Sampaikan Perasaannya

Ketua Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Sandiaga Uno, beberapa waktu lalu menilai kandidat yang mereka perjuangkan justru yang paling mirip dengan sosok Jokowi.

Menurut Sandiaga, hal itu bisa terlihat dari cara Ganjar melakukan pendekatan terhadap masyarakat saat menghadapi persoalan.

"Pak Ganjar ini kan adalah sosok pemimpin yang paling mirip sama Pak Jokowi dari segi pendekatan yang sangat dekat dengan rakyat, blusukan, sat set, cepat geraknya," ujar Sandiaga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (7/12/2023).

"Saya menyebutnya (sebagai) Jokowi 3.0. Pak Ganjar ini adalah versi Pak Jokowi (di) 2024," lanjutnya.

Baca juga: Ganjar: Saya Bersama Pak Mahfud Tidak Ada Beban Masa Lalu

Menurut Sandiaga, Ganjar menyuarakan masyarakat yang menginginkan percepatan pembangunan tetapi didukung pemerintahan yang bersih.

"Arah pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintahan Pak Jokowi periode pertama dan kedua ini diyakini akan meningkatkan kesejahteraan, membuka lapangan kerja dan menjaga harga-harga kebutuhan pokok," kata Sandiaga.

"Perbaikan koreksinya adalah bagaimana Pemerintahan bersih yang lebih diutamakan. Pemerintahan yang bebas korupsi menjadi perhatian," tegasnya.

Secara terpisah, Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto, justru menilai gaya kepemimpinan Prabowo sebagai kebalikan dari Jokowi.

Baca juga: PDI-P Ungkap Alasan Ganjar-Mahfud Janji Bentuk Kabinet Tanpa Sistem Jatah Menteri

Pernyataan itu Hasto kemukakan saat menanggapi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang mengaku bingung dengan posisi Ganjar dibanding Anies dan Prabowo.

"Mas Kaesang seharusnya enggak perlu bingung kalau kita lihat dari Pak Anies memang anti status quo. Tetapi kalau kita liat dari Pak Prabowo, dari rekam jejaknya, dari program, karakter, gaya kepemimpinannya Prabowo antitesa dari Pak Jokowi," kata Hasto saat ditemui awak media di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (17/12/2023).

Hasto lantas mencontohkan bagaimana tindakan Prabowo bertentangan dengan sikap Jokowi.

Ketika masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi karena kenaikan harga bahan pokok, Prabowo justru menambah utang luar negeri dengan membeli banyak alat utama sistem pertahanan (Alutsista).

Baca juga: Tanggapi Kaesang yang Bingung, Ganjar: Politisi Harus Bisa Merespons dengan Baik

Padahal, menurut Hasto, Indonesia tidak sedang menghadapi situasi perang.

Hasto yang juga menjabat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan menilai Prabowo bukan penerus Jokowi. Sebaliknya, ia mengatakan, sosok penerus Jokowi adalah capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

"Ini yang membedakan. Jadi maunya meniru hasilnya berbeda. Hasilnya Pak Ganjar yang seperti Pak Jokowi," kata Hasto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com