Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Dirjen Migas: Kunci Ketahanan Energi Indonesia adalah Gas

Kompas.com - 05/12/2023, 09:20 WIB
Inang Sh ,
A P Sari

Tim Redaksi

Dalam kaitannya dengan gas, pemerintah harus bisa memanfaatkan potensi gas dengan baik, salah satunya dengan hilirisasi gas.

Dia menjelaskan, pemerintah akan mengembangkan industri, seperti pabrik blue amonia untuk pupuk, natrium karbonat untuk kebutuhan industri, metanol untuk bahan bakar alternatif, dan lainnya.

“Pemerintah harus menentukan untuk apa saja gas-gas itu. Kuncinya adalah sellable. Kalau ini bisa dimanfaatkan dengan baik, lapangan pekerjaan banyak. Demand tumbuh, industrinya juga tumbuh,” ujarnya.

Transisi energi

Ariadji mengatakan, selain tantangan dalam negeri di atas, terdapat tantangan luar negeri, yakni menurunkan emisi karbon.

Dalam hal ini, pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait merancang peta jalan Net Zero Emission (NZE) 2060.

Baca juga: Ditjen Migas Kementerian ESDM Gelar MWT demi Wujudkan Kegiatan Migas yang Aman, Andal, dan Ramah Lingkungan

Untuk mewujudkan target itu, pemerintah pun menyusun roadmap transformasi energi 2021-2060. Roadmap ini berisi langkah-langkah penting mengurangi emisi, seperti pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, waste of energy, hingga co-firing untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

“Jika EBT dipakai, otomatis penggunaan bahan bakar minyak (BBM) akan turun, artinya impor akan turun. Jadi, pengembangan EBT di-encourage karena (energi fosil) tidak bisa memenuhi kebutuhan,” katanya. 

Dalam peta jalan itu, target penurunan emisi karbon Indonesia sebesar 231,2 juta ton CO2e pada 2025, lalu menjadi 388 juta ton CO2e pada 2035, dan menjadi 1.043,8 juta ton CO2e pada 2050.

“Harapannya NZE akan tercapai. Apakah nol? Tidak. Pengurangannya sudah sangat besar. Net zero tidak berarti nol, tetapi ditangani dengan cara lain,” katanya.

Ariadji mengatakan, Indonesia tidak mengurangi migas karena dijadikan sebagai modal. Sebagai ganti, kandungan CO2 dalam produksi migas harus ditangani.

Baca juga: Ditjen Migas Kementerian ESDM Beri Apresiasi KKKS dan Produsen Dalam Negeri yang Jalankan Program Substitusi Barang Impor

“Untuk orang-orang perminyakan, EBT harus tetap dikembangkan. Kalau tidak kita tidak bisa memenuhi kebutuhan karena penduduk Indonesia sangat besar,” katanya. 

Dalam hal ini, penggunaan energi fosil harus menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, seperti carbon capture, utilization and storage (CCUS) atau clean coal technology (CCT).

Kemudian, dilakukan pula akselerasi penggunaan energi baru terbarukan, seperti mendukung substitusi primer, konversi bahan bakar fosil, termasuk membangun industri kendaraan listrik hingga baterai.

“Energi hijau kita dorong juga. Biayanya dari mana? Dari bahan bakar fosil. Energi fosil diperlukan sebagai modal dasar untuk untuk transisi ke energi terbarukan,” ujarnya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com