Setelahnya, pada 28 November 2023, tahapan kampanye akan dimulai. Masa kampanye bakal berlangsung selama 75 hari hingga 10 Februari 2024.
Selanjutnya, selama tiga hari yakni 11-13 Februari 2024, tahapan pemilu akan memasuki masa tenang. Artinya, tidak boleh lagi ada kampanye atau aktivitas semacamnya.
Kemudian, pada Rabu, 14 Februari 2024, pemungutan suara akan digelar serentak di Indonesia. Pemilu 2024 tidak hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden, tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor mengatakan, dengan ditetapkannya tiga pasangan capres-cawapres, ini saatnya para peserta pilpres adu gagasan.
Memang, terjadi eskalasi politik jelang tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden baru-baru ini. Namun, dengan adanya ketetapan KPU, Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, dan Anies-Muhaimin resmi jadi pasangan capres-cawapres peserta Pemilu 2024.
“Idealnya move on, kita mulai bertanding ide, menjual gagasan, bukan menjual mimpi, secara terbuka dan berani untuk dikritik,” kata Firman kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).
Dengan panasnya iklim politik saat ini, Firman menduga, situasi politik ke depan akan tetap diwarnai kampanye negatif, bahkan kampanye hitam.
Oleh karenanya, elite politik diminta untuk menahan diri. Para elite diingatkan untuk berpolitik secara dewasa dan matang.
Ketimbang memanaskan panggung pemilu dengan kampanye hitam, kata Firman, lebih baik masing-masing kubu saling perang gagasan.
“Di sinilah kemudian letak pentingnya elite politik untuk menjaga proporsinya agar tidak berlebihan, sehingga bisa mengundang satu situasi yang kontraproduktif dari makna pemilu yang sehat itu,” ucap Firman.
Dihubungi terpisah, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, dinamika dan problem terkait pencalonan presiden atau wakil presiden yang gaduh belakangan ini tetap perlu menjadi perhatian.
Menurut dia, publik harus tetap kritis pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi syarat capres-cawapres, yang dianggap memuluskan jalan kandidat tertentu menuju panggung pemilu.
Namun, pada saat yang sama, semua pihak juga harus menyoroti gagasan dan program yang diusung oleh tiga pasangan capres-cawapres.
“Hal yang wajar dan sah-sah saja mempersoalkan proses yang dianggap bermasalah, asalkan tetap dikontekstualisasi dalam pendidikan politik yang mengarahkan pada gagasan dan rekam jejak yang mampu menopang itu,” kata Titi kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).
Baca juga: Polri Larang Anggota Hadir Acara, Promosikan, hingga Sebarluaskan Foto Capres-Cawapres
Titi bilang, pemilu bukan hanya soal mencoblos, tetapi juga memastikan seluruh tahapan diselenggarakan secara benar dan kredibel sebagaimana aturan main yang demokratis.
Oleh karena itu, literasi politik untuk menjadi pemilih berdaya mesti dilakukan dengan mengajak pemilih berorientasi pada politik gagasan dan program, sekaligus aktif mengawal jalannya tahapan pemilu. Mulai dari mengawal aturan main yang digunakan, manajemen tahapan, aktor-aktornya, sampai dengan penegakan hukum yang dilakukan.
“Harus terbangun kedewasaan politik sehingga semua hal itu dibingkai dalam konteks untuk mewujudkan pemilu yang konstitusional dan berlegitimasi tinggi,” kata Titi.
“Ruang adu gagasan harus diciptakan dengan dibarengi oleh keberanian untuk mengkritisi proses yang bermasalah atau menyimpang,” tutur pengajar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.