Putusan Majelis Kehormatan MK yang tidak menyentuh sama sekali putusan uji materi yang meloloskan Gibran dan dihasilkan dari ulah Anwar Usman yang melakukan pelanggaran berat tentu saja mengundang tanya.
Jika Ketua Majelis Kehormatan MK Prof JImly Asshidiqie berdalil putusannya hanya berkutat soal etika dan tidak menyentuh pokok perkara yang dihasilkan dari perbuatan hakim yang melanggar etika berat, maka publik kini hanya bisa berharap kepada para pemilik suara di Pilpres 2024 nanti.
Dengan demikian, Gibran bisa melenggang menjadi bakal Cawapres pendamping Capres Prabowo Subianto adalah produk dari putusan MK yang ketuanya terbukti melakukan pelanggaran berat soal etika.
Terbukti Gibran bisa menjadi bakal Cawapres karena peran sang paman yang menerabas semua prinsip tentang perilaku hakim konstitusi yang termaktub dalam Sapta Karsa Utama.
Sekali lagi, pesan moral dari aib yang memalukan ini adalah tidak ada “kebohongan” yang sempurna. Setiap kebohongan yang akan disembunyikan, membutuhkan ribuan kebohongan lain untuk menutupinya.
Kita sudah banyak belajar dari kisah keponakan yang cepat dilambungkan; peran paman yang kebablasan; suami keponakan yang jumawa; keponakan lain yang “tengil”; serta kakak ipar yang menyebut pihak lain kerap mempertontonkan drama serta sinetron sementara dirinya adalah sutradara dari semua drama dan sinteron yang dipentaskan.
Ketika salah satu penopang ambisi untuk terus berkuasa telah tertebas dan jatuh hina tak berdaya, yakinlah sang sutradara masih akan memainkan bidak-bidak catur kekuasaan demi syahwat kekuasaan dinasti terus bercokol di negeri subur tetapi rakyatnya masih banyak yang kelaparan.
Satyam eva jayate, hanya kebenaran yang berjaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.