Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Tak Penuhi Syarat 30 Persen Caleg Perempuan, Pakar: KPU Harusnya Menolak Pendaftaran

Kompas.com - 07/11/2023, 13:40 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa KPU RI harus mendiskualifikasi partai politik pada daerah pemilihan (dapil) yang tak memenuhi 30 persen caleg perempuan.

Sebab, ketentuan 30 persen caleg perempuan itu merupakan ketentuan awal yang harus dipenuhi partai politik ketika pertama kali mengusulkan daftar bakal caleg mereka ke KPU pada 1-14 Mei 2023 lalu.

"Hal itu adalah ketentuan pengajuan calon. Sesuatu yang harus dipenuhi partai dalam mengajukan calon. Artinya, kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka KPU sudah seharusnya menolak pendaftaran caleg oleh partai," kata Titi, Selasa (7/11/2023).

"KPU tidak bisa berdalih bahwa ketentuan tersebut tidak memuat sanksi sehingga tidak bisa ditegakkan. Mengingat ketentuan tersebut adalah persyaratan dalam pengajuan calon. Sehingga, jika ada partai yang tidak mengajukan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, maka sudah semestinya pendaftarannya tidak dapat diterima," tegasnya.

Baca juga: KPU Resmi Teken Revisi PKPU Sesuai Putusan MK, Kepala Daerah Belum 40 Tahun Bisa Maju Pilpres

Ini sama seperti halnya, KPU tidak bisa menerima calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) usungan partai politik yang tidak memenuhi ambang batas pencalonan presiden, sebab keterpenuhan ambang batas itu merupakan syarat pengajuan bakal capres-cawapres.

Sementara itu, jauh sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari telah mengesampingkan opsi diskualifikasi sebagiamana dimaksud Titi.

Hasyim berkilah, tak ada konsekuensi soal pelanggaran atas amanat memenuhi hak afirmasi politik untuk perempuan.

Ia menganggap, opsi diskualifikasi itu adalah sanksi bagi partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di suatu dapil.

“Di UU tidak ada sanksinya. Kalau di UU tidak ada sanksi, KPU kan tidak bisa memberikan sanksi,” ujar Hasyim kepada wartawan di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Senin (9/10/2023).

Baca juga: Sejumlah Dapil Masih Kekurangan Caleg Perempuan, KPU Membangkang Putusan MA?

Ia memastikan, partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di dapil tertentu tetap berhak mengusung seluruh calegnya untuk bertarung di dapil tersebut.

“Tetap MS (memenuhi syarat) karena tidak ada ketentuan yang harus membatalkan itu menurut UU Pemilu. Kalau sampai memberikan sanksi, apalagi pembatalan, harus UU yang mengatur itu,” tambah dosen hukum tata negara Universitas Diponegoro itu.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah partai politik gagal memenuhi syarat pengusulan 30 persen calon anggota legislatif (caleg) DPR RI perempuan di beberapa daerah pemilihan (dapil), berdasarkan Daftar Calon Tetap (DCT) yang diumumkan KPU RI sejak 3 November lalu.

Padahal, pengusulan minimum 30 persen caleg perempuan merupakan syarat keikutsertaan partai politik pada pemilu legislatif (pileg) di dapil tersebut.

PKB, Partai Golkar, Demokrat, Hanura, dan Ummat, misalnya, hanya menempatkan 1 perempuan dari 4 caleg yang diusung di dapil Bengkulu (25 persen).

Baca juga: KPU Beri Waktu Parpol Buka Riwayat Hidup Caleg hingga Hari Terakhir Kampanye

Di dapil Aceh, hanya Partai Buruh, Garuda, PSI, PKS, PAN, Hanura, dan Perindo yang menempatkan lebih dari 30 persen caleg perempuan dari 7 kursi yang tersedia di dapil tersebut.

Hal ini akhirnya menjadi problem tersendiri.

Ketika pendaftaran caleg dibuka 1-14 Mei 2023, melalui Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, KPU menyatakan bahwa 1 perempuan dari 4 caleg yang diusung memenuhi hitungan 30 persen.

Pasal itu mengatur soal mekanisme pembulatan ke bawah untuk menghitung 30 persen jumlah caleg perempuan.

Sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 4 kursi, maka hitungan jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya akan menghasilkan angka 1,2.

Baca juga: KPU Beri Waktu Parpol Buka Riwayat Hidup Caleg hingga Hari Terakhir Kampanye

Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 4 caleg di dapil itu cukup hanya 1 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Padahal, 1 dari 4 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 UU Pemilu.

Pasal ini belakangan dibatalkan Mahkamah Agung (MA) pada 29 Agustus 2023, ketika partai politik kadung mengusulkan daftar calegnya ke KPU untuk diverifikasi.

MA mengembalikan mekanisme pembulatan ke atas. Sehingga, hitungan keterwakilan caleg perempuan dari 4 kursi yang ada minimum 2 orang.

Namun, KPU tak merevisi aturan yang dibatalkan MA, termasuk mengatur bagaimana kepastian hukumnya karena partai politik kadung mendaftarkan bakal caleg sebelum MA mengubah aturan.

Baca juga: Sejumlah Caleg Tutupi Riwayat Hidup, KPU Mengaku Sudah Surati Parpol

Sementara itu, KPU RI selalu menyoroti keterwakilan caleg perempuan secara akumulatif yang sudah di atas 30 persen, meski UU Pemilu mensyaratkan keterwakilan 30 persen caleg perempuan itu dihitung per dapil.

"Secara akumulatif rata-rata pencalonan perempuan menjadi caleg dalam DCT untuk Pemilu Anggota DPR RI sebesar 37,13 persen untuk 18 parpol peserta pemilu," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Selasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com