“Saya punya nazar. Kalau saya terpilih, tak satu rupiah pun gaji dan tunjangan saya ambil. Saya akan kembalikan (uang gaji dan tunjangan) untuk Kota Bekasi dan Depok dalam bentuk program. Saya 'wakafkan' diri saya di dunia politik. Saya enggak butuh itu karena saya sudah punya bisnis yang cukup untuk kehidupan (dan kebutuhan saya),” kata Nofel.
Melihat Kota Bekasi dan Depok memiliki banyak talenta muda nan kreatif, Nofel berencana mendirikan creative hub yang bisa diakses secara gratis. Selain sebagai wadah menyalurkan kreativitas, fasilitas ini nantinya akan dilengkapi coworking, office space, layanan pengurusan usaha, notaris, dan jasa promosi yang bisa membantu para calon atau pebisnis muda.
“Anak muda di sana enggak punya tempat yang namanya creative hub sebagai tempat mereka untuk mengembangkan dan memaksimalkan kreativitas. Saya sudah bikin konsepnya,” kata Nofel.
Dari segi pendidikan, ia juga akan mengusulkan sistem penerimaan murid berdasarkan zonasi untuk ditinjau kembali.
Seperti diketahui, sistem penerimaan murid baru berdasarkan zonasi adalah sistem yang memprioritaskan calon murid yang tinggal di zona sekolah tersebut. Sistem ini bertujuan untuk pemerataan pendidikan dan meningkatkan akses murid dari keluarga kurang mampu ke sekolah negeri berkualitas.
Namun, seiring waktu, aturan tersebut menemui sejumlah tantangan. Salah satunya, rentan terhadap kecurangan, seperti manipulasi alamat. Akibatnya, calon murid yang seharusnya masuk ke sekolah sesuai zonasi malah terpental. Tak jarang, hal ini mengakibatkan mereka yang tidak diterima di sekolah target harus bersekolah di fasilitas pendidikan yang jauh dari rumah.
Bagi orangtua kurang mampu, biaya transportasi anak sekolah menjadi faktor beban finansial. Ditambah lagi, bersekolah jauh dari rumah juga membuat mereka harus menggunakan moda transportasi, misalnya diantarkan naik kendaran pribadi. Hal ini kontradiktif dengan tujuan pemerintah pusat ataupun daerah yang sedang mengatasi pencemaran udara.
“Padahal, kalau anak-anak bisa sekolah dekat rumah, mereka cukup bersepeda atau jalan kaki. Tidak perlu menggunakan kendaraan (yang dapat menghasilkan emisi gas buang) menuju sekolah,” ucapnya.
Optimalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) pun jadi perhatian Nofel. Ia ingin BLK yang ada di Kota Bekasi dan Depok bekerja sama dengan pelaku industri. Dengan demikian, para peserta pelatihan bisa mendapatkan kurikulum dan fasilitas latihan sesuai kebutuhan pasar kerja.
Nofel juga berancang-ancang menyediakan insentif bagi para pelaku industri yang merekrut talenta lokal radius 5 km dari lokasi usaha. Ini pun mengingat tak sedikit lulusan sarjana di kedua daerah tersebut yang sulit mendapatkan pekerja dan lagi-lagi harus ke Jakarta.
Selain ingin menurunkan angka pengangguran setempat, inisiatif tersebut diharapkan dapat mengurangi kemacetan, polusi udara, dan penghematan konsumsi BBM bersubsidi.
“Kita harus berpikir jangka panjang dan holistik. Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan cara yang sama dengan yang menciptakannya. Kita harus berinovasi dan berkolaborasi,” kata Nofel.
Upaya memanusiakan manusia lain yang ingin Nofel lakukan adalah menyetarakan pelayanan kesehatan. Ia menilai, tidak sedikit fasilitas kesehatan yang membedakan antara pasien BPJS dan pasien non-BPJS. Padahal, kesehatan yang layak itu adalah hak setiap orang.
“Saya tidak ingin ada perbedaan kualitas fasilitas perawatan dan obat antara orang berduit dan tidak berduit,” ujarnya.
Politisi berusia 36 tahun itu pun peduli akan isu food waste. Karena itu, ia sudah merencanakan sebuah program yang memperpanjang masa pakai bahan makanan yang hampir kedaluwarsa.