Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Rilis Laporan HAM di RI, Kemenlu: Ada yang Lupa Menilai HAM di Negeri Sendiri

Kompas.com - 07/10/2023, 09:55 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) buka suara terkait laporan situasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirilis Amerika Serikat (AS).

Laporan tersebut menyinggung beberapa pelanggaran HAM di Indonesia, termasuk tragedi Kanjuruhan, kasus pembunuhan oleh Ferdy Sambo, hingga masalah di Papua.

Menanggapi hal itu, juru bicara Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, setiap negara berdaulat dan setara.

Baca juga: Komnas HAM Diminta Selidiki 3 BUMN Diduga Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar

"Setiap negara berdaulat dan setara. Lalu siapa yang memberikan hak suatu negara untuk menilai pelaksanaan HAM negara lain?" kata Iqbal kepada wartawan, Jumat (6/10/2023).

Iqbal menyampaikan, laporan dengan judul "2022 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia" bersifat unilateral.

Menurut dia, laporan itu tidak menggunakan parameter yang selama ini diterima secara universal.

"Memang ada negara yang rajin menilai praktek HAM di negara lain tapi selalu lupa menilai praktik HAM di negerinya sendiri," ungkap Iqbal.

Sebagai informasi, Amerika Serikat merilis laporan mengenai situasi HAM di Indonesia dengan judul "2022 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia".

Dikutip dari situs resmi usembassy.gov, laporan menyebutkan bahwa Polri bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Baca juga: Setahun Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Bantuan Pemulihan Korban Belum Merata

Namun, anggota pasukan keamanan melakukan pelanggaran.

Laporan juga menyebutkan beberapa masalah Hak Asasi Manusia meliputi, pembunuhan di luar hukum atau sewenang-wenang yang dilakukan oleh pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan oleh polisi; dan kondisi penjara yang keras dan mengancam jiwa.

Lalu, penahanan sewenang-wenang; tahanan politik; permasalahan serius mengenai independensi peradilan; pelanggaran serius dalam konflik di Provinsi Papua, Papua Tengah, Papua Dataran Tinggi, Papua Selatan, dan Papua Barat (wilayah Papua), termasuk kematian atau penderitaan warga sipil yang tidak sah, penyiksaan, dan kekerasan fisik.

Kemudian, pembatasan serius terhadap kebebasan berekspresi dan media, termasuk penangkapan atau penuntutan yang tidak dapat dibenarkan terhadap jurnalis, penyensoran, dan penggunaan undang-undang pencemaran nama baik pidana; pembatasan serius terhadap kebebasan internet; dan gangguan besar terhadap kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat.

Baca juga: Kemenlu Akui Indonesia Terima Surat dari Malaysia soal Kabut Asap

Lalu, korupsi pemerintah yang serius; kurangnya investigasi dan akuntabilitas atas kekerasan berbasis gender; praktik mutilasi/pemotongan alat kelamin perempuan; serta kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan target anggota kelompok minoritas ras, etnis, dan agama.

"Kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, atau interseks; serta UU di Provinsi Aceh yang mengkriminalisasi perilaku seksual sesama jenis atas dasar suka sama suka antara orang dewasa," jelas laporan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com