Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Menyoroti "Name Calling" Dalam Politik Kita

Kompas.com - 21/09/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Siapapun berhak bersuara keras, tapi berkewajiban untuk menjaga suara kerasnya itu agar tidak menyakiti telinga orang lain, apalagi sampai menyakiti hati orang lain.

Fenomena cebong-kampret dan kadrun, serta name-calling lainnya adalah pseudo demokrasi. Demokrasi yang kita bangga-banggakan selama ini hanya kuat pada tataran administrasitif, namun problematik pada tataran laku dan tindakan masyarakat.

Terutama juga lemah dalam “mengatur” laku para politisi di ruang publik.

Pemilihan umum yang didesain sebagai pesta demokrasi, hanya meriah pada tataran prosedural-administratif, sementara masyarakatnya terjebak dalam situasi saling “menyerang”, menghina, mencemooh, mencaci, dan sebagainya, di ruang publik.

Demokrasi memang memberikan ruang bagi kebebasan berbicara, tetapi dalam batas-batas keadaban publik. Demokrasi tidak menyuruh siapapun menggunakan “dirinya” sebagai kuda troya untuk tujuan menghina orang lain.

Menuju Pilpres 2024

Saat deklarasi pasangan Anies-Amin, Surya Paloh memproklamirkan matinya “cebong-kampret”. Ini tentu kabar menggembirakan, sebab ada tokoh politik nasional yang menyatakan hal tersebut secara terbuka.

Namun, dalam kontestasi menuju 2024 nanti, Surya Paloh bukanlah aktor politik satu-satunya. Dia juga bukan godfather yang bisa mengontrol perilaku para politisi lain, sehingga mereka bisa bergerak menurut kehendak Paloh.

Di sisi lain, peserta pemilu adalah partai politik yang tentu tidak bisa juga dikontrol oleh Surya Paloh.

Upaya menghilangkan penggunaan cebong, kampret, dan kadrun, serta penyebutan-penyebutan lainnya harus menjadi gerakan bersama, terutama dilakukan oleh para elite politik, baik secara sendiri-sendiri (dalam bentuk komunikasi publiknya) atau pun secara kelompok (sebagai partai atau gabungan partai, tim sukses, dan sebagainya).

Para kandidat bacapres dan pasangan mereka nanti, harus juga mengambil komitmen untuk mereduksi produksi dan distribusi name-calling itu. Sebab, mereka yang akan menjadi sorotan masyarakat.

Apa yang mereka ucapkan, apa yang mereka lakukan, gesture mereka, segara akan menjadi wacana publik.

Para pendukung masing-masing akan dengan segera mereproduksi dan mendistribusikannya secara masif.

Selanjutnya, komitmen itu juga perlu diformalisasi dalam aturan-aturan oleh penyelenggara pemilu, dalam hal ini oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta diawasi oleh Bawaslu/Panwaslu.

Tentu, tidak hanya berhenti pada upaya membatasi (syukur-syukur bisa dihilangkan) pelabelan dalam bahasa cebong, kampret, dan kadrun, tetapi juga pelabelan  lain.

Jika pun, pelabelan menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan, oleh karena memanasnya suhu politik terutama saat kampanye, minimal name-calling bisa terlokalisasi pada aspek produsen dan sasarannya.

Artinya, name-calling dilokalisasi hanya menjadi komunikasi politik yang dilakukan antarsesama politisi atau kandidat yang bertarung dalam pemilu saja. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com