Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Menyoroti "Name Calling" Dalam Politik Kita

Kompas.com - 21/09/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pergeseran sasaran

Pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, bahkan makin menguat pada Pilpres 2019, name caling mengalami pergeseran sasaran.

Saat itu, muncul istilah Cebong (dari kata Kecebong) dan Kampret, serta Kadrun (dari akronim Kadal Gurun). Istilah ini diproduksi oleh masyarakat untuk menyerang satu sama lain.

Cebong, kampret, dan kadrun adalah pelabelan yang diproduksi oleh masyarakat dalam rangka mengasosiasikan “lawan” mereka dengan calon gubernur maupun calon presiden tertentu.

Di Pilkada DKI Jakarta, kelompok masyarakat pendukung pasangan Anies Rasyid Baswedan – Sandiaga Salahudin Uno (Anies-Sandi) menggunakan kata “cebong” untuk menyebut kelompok masyarakat yang mendukung pasangan Basuki Tjahaya Purnama – Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot).

Sebaliknya kelompok masyarakat pendukung Ahok-Djarot menggunakan istilah “kampret” dan “kadrun” untuk menyebut kelompok masyarakat pendukung Anies-Sandi.

Produksi name calling berupa cebong, kampret, dan kadrun tersebut makin menguat ketika masuk dalam pemilihan presiden 2019, yang mempertemukan duet Joko Widodo dan KH. Ma'aruf Amin (Jokowi–Amin) melawan Probawo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno (Prabowo–Sandi).

Cebong dialamatkan kepada pendukung Jokowi-Amin, sedangkan kadrun dan kampret diasosiasikan dengan pendukung Prabowo-Sandi.

Istilah cebong merujuk kepada jenis anak kodok, sedangkan istilah kampret merujuk kepada jenis anak kelelawar. Keduanya adalah nama-nama hewan.

Cebong dan kampret adalah komunikasi politik yang disematkan dari dan untuk masing-masing pendukung dengan makna yang terasosiasi dengan hewan.

Pelabelan itu tentu saja bukan bercandaan atau sekadar lucu-lucuan semata, melainkan lebih bermakna penghinaan.

Selain pelabelan-pelabelan itu, saling serang, saling ejek, saling hina, antarmasyarakat saat pilkada DKI Jakarta dan pilpres 2019 lalu, juga menggunakan istilah seperti “kaum bumi datar”, “mukidi”, “bani micin”, “kaum onta”, “kaum sumbu pendek”, dan lain sebagainya.

Pelabelan-pelabelan itu membanjiri berbagai media sosial, dan bahkan masih terlihat direproduksi hingga sekarang.

Produksi dan reproduksi name calling saat itu marak terjadi secara horisontal, antara masyarakat melawan masyarakat, yang kebetulan dalam pemilu presiden tersebut telah terbelah dalam dua kubu besar.

Produksi dan reproduksi name calling dalam bahasa cebong, kampret, dan kadrun, serta pelabelan lainnya, berlangsung secara terbuka di ruang-ruang publik.

Ikutannya adalah masyarakat saling memaki, menghina, menyerang secara negatif, dan sebagainya. Bahkan berimplikasi pada persekusi terhadap mereka yang dianggap bukan bagian dari kelompoknya.

Pseudo Demokrasi

Sebagai negara demokrasi, dukung-mendukung yang mengemuka dalam bentuk perang narasi, adalah hal yang normal.

Setiap orang di negara ini dijamin hak konstitusionalnya untuk bersuara, menyatakan pikiran dan pendapatnya di hadapan umum terkait berbagai hal.

Namun, demokrasi yang kita sepakati dalam konstitusi juga memberikan batasan-batasan sebagai bagian dari upaya menjamin hak orang lain.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com