Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Menguji Jalan Sejarah PKS Dukung Anies-Muhaimin

Kompas.com - 16/09/2023, 08:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH ditunggu-tunggu, akhirnya sikap politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pilpres 2024 terjawab sudah.

Hasil Musyawah IX Majelis Syuro (Jumat, 15 September 2023) akhirnya menyepakati pencalonan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan.

Dalam beberapa kesempatan, seperti deklarasi Anies – Cak Imin di Hotel Majapahit, Surabaya, 4 September 2023 lalu, tidak satupun elite PKS tidak menampakan batang hidungnya.

Demikian pula saat rapat pembentukan tim sukses Nasdem – PKB yang dihelat di Nasdem Tower, Jakarta, 6 September 2023, PKS juga kembali absen.

Ketidakhadiran PKS semula ditengarai karena efek keluarnya Demokrat dari Koalisi Perubahan menyusul dipasangkan nama Cak Imin sebagai bakal cawapresnya Anies.

Demokrat mengaku kecewa dengan sikap Anies yang tidak berterus terang dan mengingkari janji "menjemput takdir bersama" Agus Harimurti Yudhoyono.

Dengan pernyataan resmi PKS mendukung pasangan Anies – Cak Imin atau Amin, maka dipastikan Koalisi Perubahan lebih dari cukup dari aspek persyaratan minimal untuk pengajuan pasangan capres – cawapres di Pilpres 2024.

Pada Pemilu 2019 lalu, PKS meraup suara 11.493.663 atau setara dengan 8,21 persen. Jumlah kursi Fraksi PKS di DPR sebanyak 50. Sementara Nasdem, meraih 12.661.792 atau ekivalen dengan 9,05 persen. Kursi Nasdem di DPR mencapai 59.

Sedangkan PKB memiliki kursi 58, dan suara yang diraih 13.570.970 atau sama dengan 9,69 persen.

Dengan demikian, total kursi dari gabungan PKS, Nasdem, dan PKB di Koalisi Perubahan mencapai 167 kursi, sementara gabungan prosentase suara Koalisi Perubahan mencapai 26,95 persen.

Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu harus memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Dengan ambang batas atau presidential threshold pencalonan pasangan capres – cawapres seperti yang disyaratkan tersebut, keharusan memiliki 115 kursi telah “dilalui” Koalisi Perubahan. Demikian pula dengan gabungan suara 25 persen, jelas terlewati oleh Koalisi Perubahan.

Semula dengan skenario terburuk PKS tidak jadi bergabung di Koalisi Perubahan, gabungan Nasdem dan PKB untuk menyorongkan pasangan Amin begitu minimal alias “mepet” suara.

Dengan demikian, masuknya PKS akan menambah “energi” perjuangan bagi Koalisi Perubahan. Setidaknya “memperpanjang” napas Anies – Cak Imin di kala raihan elektabilitas di sejumlah jajak pendapat oleh berbagai lembaga survei, menempatkan Anies – Cak Imin di nomor buncit.

Konstelasi politik terus berproses

Kebulatan tekad PKS untuk tetap mendukung Anies Baswedan sepertinya menjadi “harga mati” bagi partai ini. PKS sadar, sikap politiknya yang selama satu dekade berada di luar pemerintahan Jokowi harus terus menabalkan diri sebagai kelompok “berseberangan”.

Tidak mudah untuk berubah haluan politik, misalnya PKS harus menyeberang ke koalisi pendukung Ganjar Pranowo atau bersatu dengan koalisi pendukung Prabowo Subianto mengingat ada “sempalan” PKS yang kini bernama Partai Gelora telah bergabung duluan di Koalisi Indonesia Maju bersama Gerindra, Golkar, PAN, serta Partai Bulan Bintang.

PKS tidak sekadar berharap mendapat berkah efek ekor jas dari Anies Baswedan – walau dalam berbagai survei ternyata nama Anies tidak memberi “keuntungan” efek ekor jas bagi PKS. Setidaknya, PKS berharap meraih peningkatan suara atau lebih realitis mempertahankan jumlah kursi yang diraihnya pada Pemilu 2019 lalu.

Berbeda dengan Demokrat yang memutuskan keluar dari Koalisi Perubahan dan kini tengah menjajaki kerja sama dengan koalisi-koalisi lain, PKS harus bergerak cepat menentukan diri.

PKS “terpaksa” menerima PKB dan menyepakati nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres karena sudah tidak ada pilihan lain yang tersedia.

PKS menutup pintu kemungkinan terbentuknya koalisi ke empat, yakni poros PKS – Demokrat dan PPP mengingat PPP tetap memilih PDIP sebagai mitra koalisi.

Sekali lagi, politik di Indonesia mengukuhkan kembali model pragmatisme politik dibanding mempertahankan kemurnian ideologinya masing-masing.

Awalnya, PKS adalah partai Islamis yang memiliki tingkat kejelasan ideologi partai yang paling tinggi dibandingkan dengan partai politik lainnya. PKS yang awalnya bernama Partai Keadilan pada Pemilu 1999 bertransformasi menjadi PKS sejak April 2002.

Partai Keadilan yang memulai debutnya pada Pemilu 1999 bisa meraih 1,43 juta suara atau 1,36 persen dari total suara sah nasional.

Kemudian pada Pemilu 2004, PKS mampu mendulang 8,33 juta suara atau 7,34 persen, Pemilu 2009 meraih 8,23 juta suara atau 7,89 persen, dan pada Pemilu 2014 memperoleh 8,46 juta suara atau setara 6,77 persen.

Pencapaian tertinggi PKS diraih pada Pemilu 2019, dengan perolehan sebanyak 11,49 juta suara atau ekivalen dengan 8,21 persen. Jumlah tersebut melonjak sebanyak 3,04 juta suara atau naik sekitar 36 persen dari perolehan pemilu sebelumnya.

Dengan kenaikan jumlah suara tersebut, PKS mampu menempatkan 50 orang wakilnya di DPR. Jumlah tersebut porsinya mencapai 8,7 persen dari total kursi DPR periode 2019-2024.

PKS yang dikenal menonjol dalam laku politik, nyatanya dalam tiga kali gelaran Pemilu di 2009, 2014 dan 2019 mulai membuka diri dalam rangka memperluas dukungan elektoral.

Hal ini tidak lepas dari beban elektoral PKS yang sejak awal didirikan mengandalkan kekuatan kader militan dan simpatisan yang berasal dari kalangan Islamis maupun kader sebagai konsekuensi ideologi dari partai yang berasaskan Islam (Muhtadi, 2012).

PKS sadar diri dengan ideologi yang dianutnya mengingat pemilih dari kalangan Islam tidak serta merta mengidentifikasikan diri mereka hanya kepada PKS sebagai representasi aspirasi umat Islam.

Tentu kondisi tersebut membuat PKS mengalami dilema, apakah tetap konsisten mempertahankan ideologi partai eksklusif atau ingin menambah raihan suara dalam kontestasi Pemilu. Inilah yang mendasari PKS pada 2009 mulai melakukan strategi inklusi-moderasi.

Dengan strategi inklusi moderasi, maka PKS menjadi lebih moderat karena alasan pragmatis ingin menambah suara di Pemilu, memilih mitra koalisi termasuk mendukung capres – cawapres. Dengan alas pijak pemahaman inilah, langkah PKS bersatu dengan PKB bisa dipahami.

Jika PKS lekat dengan kader dan simpatisan yang eksklusif, maka ideologi PKB jelas bertolak berlakang dengan keinklusifannya.

Meskipun PKB didirikan atau dilahirkan dari organisasi Nadhatul Ulama (NU), tetapi PKB tidak menutup diri untuk orang di luar NU. Keberadaan PKB terbuka untuk semua kalangan termasuk non-Islam.

PKS pembawa nikmat untuk Anies – Cak Imin

Duet Anies – Cak Imin di mata PKS, bisa dipandang sebagai langkah mudah bagi PKS untuk “menjual” nama Anies ketimbang “menjajakan” nama Cak Imin di mata pendukungnya.

Menjadi menarik jika survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dijadikan pemetaan awal dari konfigurasi koalisi antarpartai terbaru pascadeklarasi Anies – Cak Imin (Kompas.com, 15/09/2023).

Jika disimulasikan yang maju Pilpres 2024 ada tiga pasang, yakni Prabowo – Erick Thohir, Ganjar Pranowo – Ridwan Kamil serta Anies – Cak Imin, maka loyalitas PKS sebagai partai terhadap Anies sangat tidak diragukan lagi. Pemilih PKS akan mencoblos Anies – Cak Imin di kisaran 69 persen.

Rapor bagus PKS masih jauh dari tingkat kefanatikan pendukung Nasdem yang hanya akan mencoblos Anies – Cak Imin di angka 54 persen, dan PKB yang hanya memilih Anies – Cak Imin di porsi 20 persen.

Tingkat keloyalan PKS terhadap pasangan capres – cawapres yang diusungnya menjadi yang “tertinggi” ke dua setelah PDIP memberi suara Ganjar Pranowo di angka 72 persen.

Bahkan fanatisme pendukung PKS mengalahkan pendukung Gerindra dalam memilih Prabowo di angka 68 persen.

Jelas, arah dukungan PKS terhadap Anies Baswedan dan Cak Imin bukan sekadar “kaleng-kaleng” atau hanya menjadi pelengkap Koalisi Perubahan.

Perjalanan PKS di Pilpres 2024 tampaknya seperti sedang menguji “jalannya sejarah”, apakah dengan memilih Anies – Cak Imin menjadi berkah dengan peningkatan suara atau malah sebaliknya menjadi “bumerang” bagi anjloknya raihan suara di Pemilu 2024.

Sekali lagi dengan mencermati berbagai hasil jajak pendapat dari beragam lembaga survei, PKS tampaknya harus “bekerja ekstra keras” mengingat elektoral Anies Baswedan susah diangkat lagi.

Hampir semua hasil jajak pendapat, Anies memperoleh nilai elektoral di bawah raihan elektoral Prabowo maupun Ganjar.

Dipasangkan dengan nama Cak Imin, elektoral Anies masih jauh berjarak dengan Prabowo maupun Ganjar. PKS tampaknya harus mulai membiasakan mendengar lagu yang disenandungkan D’Masiv berjudul “Jangan Menyerah”.

Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah,

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com