Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies-Cak Imin Diragukan Bisa Raup Suara Warga NU

Kompas.com - 06/09/2023, 15:03 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dinilai belum tentu sepenuhnya mendukung pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Meski taktik Partai Nasdem dengan memasangkan keduanya dinilai buat menutup kelemahan elektoral Anies di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, tetapi hal itu dinilai tidak langsung membuat mereka bisa merebut simpati warga NU dan basis massa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Menarik untuk dinantikan apakah warga Nahdatul Ulama atau juga pemilih Partai Kebangkitan Bangsa akan otomatis memilih pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar?" kata peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro dalam keterangannya, seperti dikutip pada Rabu (6/9/2023).

Baca juga: Suara Anies di Jateng dan Jatim Lemah, Nasdem Minta PKB Mobilisasi Nahdliyin

Bawono mengatakan, basis massa pendukung Anies maupun Muhaimin yang merupakan Ketua Umum PKB bertolak belakang meski sama-sama banyak didukung umat Islam.

Basis pendukung Anies, kata Bawono, selama ini sebagian besar berasal dari kelompok politik Islam konservatif.

Sementara itu warga Nahdatul Ulama serta pemilih PKB selama ini dikenal sebagai kelompok Islam moderat tradisionalis.

"Menarik bagaimana reaksi kimia antarpendukung mereka. Apakah akan saling memberikan kesejukan atau saling membakar," ujar Bawono.

Baca juga: Blak-blakan Yenny Wahid Tutup Pintu Dukungan untuk Anies-Cak Imin

Selain itu, Bawono memaparkan terdapat faktor lain yang bakal mempengaruhi dukungan warga NU terhadap duet Anies-Muhaimin.

 

Faktor itu adalah sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan keluarga mendiang KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Hubungan antara PKB dan PBNU saat ini bisa dibilang kurang harmonis. PKB kerap menyinggung mereka merupakan partai politik yang seolah menjadi representasi politik warga NU.

Akan tetapi, PBNU justru menyatakan tidak ingin lembaga itu diseret ke dalam politik praktis menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.

Baca juga: Berharap Cak Imin-PKB Mobilisasi Warga Nahdliyin Jateng dan Jatim, Nasdem: Tutupi yang Bolong dari Anies

Pengurus Besar NU (PBNU) menyatakan tidak ikut campur terhadap politik praktis. Akan tetapi, jumlah pendukung NU akan tetap menggiurkan di mata para politikus. Maka dari itu tentu saja suara warga Nahdliyin bakal diperebutkan demi memenangkan kontestasi politik.

“Selama ini tidak pernah ada pembicaraan di PBNU tentang calon-calon presiden, karena itu di luar domain kami sebagai organisasi keagamaan, kemasyarakatan, yaitu domain partai politik (parpol), silakan dan silakan berjuang untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, di kantor PBNU, Senen, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).

Selain itu, Muhaimin juga masih menghadapi perselisihan dengan keluarga mendiang Gus Dur. Akar konflik itu adalah perebutan kekuasaan di internal PKB pada 2005 sampai 2008.

Dalam gejolak internal itu, Gus Dur dan putri sulungnya, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Yenny Wahid, akhirnya tersingkir dari PKB.

Baca juga: Ketum PBNU Larang Pengurus Gunakan NU untuk Politik Praktis Jelang Pemilu

Konflik di antara kedua belah pihak sampai saat ini belum menemukan titik terang kapan akan berakhir.

Yenny bahkan menyatakan tidak akan mendukung calon presiden yang berpasangan dengan Muhaimin.

Pernyataan Yenny itu dianggap tak bisa dikesampingkan karena pengaruh keluarga Gus Dur di kalangan warga Nahdliyin sampai saat ini masih kuat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com