Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Hanya Muhaimin yang Bisa...

Kompas.com - 05/09/2023, 16:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PECAH kongsi, berubah koalisi. Hanya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang bisa melakukannya dalam hitungan hari.

Belum berselang lama hadir dalam deklarasi bersama empat partai mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024, Muhaimin akhirnya memilih berlabuh menjadi bakal calon wakil presiden bagi Anies Baswedan, Sabtu (2/9/2023).

Pertanyaan besarnya, mengapa Anies Baswedan mendapuk Muhaimin sebagai bakal pendampingnya di Pemilu Presiden 2024?

Sekilas pergeseran koalisi sejauh ini

Tentu, deklarasi Anies dan Muhaimin tetap saja masih dalam tataran bakal calon. Keputusan akhir pencalonan tetaplah kelak saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada November 2023 menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu Presiden 2024.

Meski demikian, penunjukan Muhaimin menjadi bakal calon wakil presiden bagi Anies Baswedan ini cukup bikin geger. Pertama, PKB bukan salah satu partai politik yang sejak awal mengusung Anies sebagai bakal calon presiden.

Justru, PKB mula-mula tampak merapat ke kubu Prabowo Subianto dan coba main mata dengan kubu Ganjar Pranowo pula.

Penunjukan Muhaimin sebagai bakal pendamping Anies boleh dibilang dadakan. Sebelumnya, di kubu Anies yang ada adalah Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat.

Baca juga: Sekjen PKS: Kita Enggak Ada Beban dengan Muhaimin, Ahlan Wa Sahlan

Yang kemudian ikut mendeklarasikan Muhaimin sebagai pendamping Anies ternyata mengecualikan Partai Demokrat.

Partai berlogo mirip lambang mobil Mercy itu malah meradang bahkan sejak sebelum deklarasi Anies-Muhaimin. Merasa dikhianati dan disakiti.

Namun, akhirnya Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan memaafkan manuver politik Anies. Walaupun, keputusan berikutnya adalah Demokrat memilih meninggalkan koalisi pengusung Anies.

Baca juga: Anies-Cak Imin Duet, AHY: Ketimbang Dipaksa Terima Keputusan, Lebih Baik Tak Sepakat

Seusai deklarasi, kisah di balik pemasangan Anies dan Muhaimin mulai muncul satu per satu. Termasuk peran besar Surya Paloh dari Partai Nasdem yang "menodong" langsung Muhaimin.

Apakah Surya Paloh merupakan dalang tunggal di balik pemasangan Anies dan Muhaimin? Jawabannya tentu tak akan terungkap di publik dengan gampang.

Satu hal yang patut jadi catatan, sebelum pemasangan ini Surya Paloh bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ini terjadi setelah Partai Nasdem dan Surya Paloh tak diundang oleh Jokowi dalam pertemuan petinggi partai politik.

Terlepas dari intrik dan tawar-menawar yang mungkin terjadi di balik pemasangan Anies dan Muhaimin, pendekatan pragmatis rasional bisa jadi adalah alasan yang paling masuk akal. 

Meski tidak ada jaminan bakal mendapatkan hasil yang sama, peta perolehan suara hasil Pemilu 2019 masih merupakan basis pertimbangan dalam penentuan langkah politik untuk Pemilu 2024.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com