Sementara Perindo (2,67 persen) bersama Partai Berkarya (2,09 persen), saya golongkan sebagai “Pardukom” atau Partai Dua Koma.
Jelang Pilkada 2020 lalu, Nusakom Pratama pernah menggelar survei di Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung. Hasil survei memperlihatkan signifikansi dan eksistensi PBB patut diperhitungkan jika ada calon kepala daerah yang maju di Pilkada.
Pada Pemilu 2019 lalu, PSI berhasil menempatkan kader-kadernya di 6 DPRD Provinsi dan 37 DPRD kabupaten/kota. Total ada 67 kader PSI yang lolos menjadi anggota legislatif.
Ketika mendapat kepercayaan sebagai konsultan pemenangan calon gubernur suatu provinsi di Pilkada 2020 lalu, saya tahu betul ada partai “gurem” yang menuntut mahar tinggi mengingat suara partai tersebut sangat dibutuhkan untuk menggenapi gabungan suara partai-partai pendukung.
Dalam konstelasi Pilkada termasuk Pilpres, kehadiran partai-partai gurem selain menjadi “penggenap” gabungan suara partai-partai dalam koalisi, keberadaan elite-elite partai yang dikenal sebagai politisi berpengalaman dan identifikasi basis massa yang jelas menjadi nilai tambah tersendiri.
Belum lagi dari efek psikologis massa, dukungan banyak partai – sekalipun gurem – tetap saja memberi efek “getar” tersendiri.
Jangan heran jika Anis Matta yang kini didapuk sebagai Ketua Umum Partai Gelora mengklaim kalau dirinya yang memberi endorse nama Prabowo Subianto kepada Presiden Joko Widodo pasca-Pilpres 2019.
Mantan pentolan PKS itu mendorong Jokowi agar menarik rival abadinya di dua kali Pilpres sebagai salah satu pembantu di kabinetnya Jokowi.
Padahal publik ingat, di Pilpres 2019, baik Anis Matta secara pribadi maupun PKS bukan termasuk kelompok pendukung Jokowi – Maruf Amin.
Istilah partai “gurem" atau partai “kecil" dalam sejarah partai-partai modern sering digunakan untuk merujuk pada partai politik yang memiliki pengaruh politik dan pemilih yang relatif terbatas dibandingkan dengan partai-partai besar atau utama dalam suatu negara.
Sebetulnya penyebutan “gurem” atau “kecil” adalah istilah yang relatif subjektif dan mungkin bervariasi dalam konteks berbeda.
Beberapa istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada partai-partai gurem di beberapa negara lain seperti; partai ke tiga, partai minoritas, partai satelit, partai protes, partai regional atau lokal, partai independen atau partai niche.
Istilah "partai ke tiga" dalam beberapa sistem politik, digunakan untuk mengidentifikasi partai-partai kecil yang bukan bagian dari dua partai besar yang dominan.
Sementara “partai minoritas” digunakan untuk partai yang memiliki jumlah kursi atau dukungan yang relatif kecil dalam parlemen atau dalam pemilihan umum.
Beberapa partai kecil dapat dianggap sebagai "partai satelit" ketika mereka bergantung pada atau tergantung pada partai besar lainnya dalam koalisi atau aliansi politik.
Partai kecil yang muncul sebagai bentuk protes terhadap kebijakan atau kebijakan partai-partai besar atau pemerintahan saat ini sering disebut sebagai "partai protes."
Beberapa partai kecil yang fokus pada isu-isu atau agenda yang lebih lokal atau regional daripada nasional, dan mereka disebut sebagai "partai regional" atau "partai lokal".
Partai-partai yang tidak terafiliasi dengan partai politik besar sering disebut sebagai "partai independen." Partai ini memiliki pandangan atau agenda politik yang lebih khusus.
Sedangkan “partai niche” merujuk pada partai-partai yang berfokus pada isu-isu atau basis pemilih yang sangat spesifik, seperti partai lingkungan, partai hak-hak sipil, atau partai agama.