KOMPAS.com - Bagi Tony Wenas, bermusik bukanlah sekedar bermain alat musik. Bermusik bahkan tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI).
Menurut pria yang akrab disapa Tony ini, musik bukan lagi sekedar hobi, tetapi profesi. Ini karena terdapat kesamaan antara bermusik dan menjalankan perusahaan tambang yang dipimpinnya.
Oleh karena itu, Tony selalu menerapkan prinsip bahwa memimpin perusahaan itu layaknya memimpin suatu band.
“Saya sebagai pemimpin dari band, ibaratnya mengatur masing-masing personel, kapan dominannya, kapan mengurangi porsi permainannya supaya terjadi harmoni dalam satu band. Begitu juga dalam perusahaan,” ujarnya dalam sesi interview Jadi Beginu di YouTube Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Baca juga: Lakukan Penambangan Ilegal, 2 Warga Pekanbaru Dituntut 1 Tahun 4 Bulan Penjara
“Saya mungkin bukan ahli di accounting. Saya juga bukan ahli dalam melakukan penambangan. Saya bukan ahli dalam corporate communication. Tapi yang diperlukan adalah bagaimana mengatur semua bidang-bidang ini bekerja bersama dan terjadi harmoni dalam perusahaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,” sambung Tony.
Untuk diketahui, Tony sudah berkiprah di dunia musik saat masih menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Ia sendiri menjadi mahasiswa FHUI angkatan tahun 1980.
Kecintaannya pada musik mempertemukan dia dengan rekan-rekannya hingga membentuk band Solidaritas 80 FHUI atau dikenal sebagai Solid 80. Tak disangka, soliditas bermusiknya bersama enam rekan satu angkatan berlanjut hingga 41 tahun kemudian.
Grup yang awalnya dibentuk untuk mengikuti festival kampus tersebut sering membawakan lagu hit milik grup musik rock Queen sampai saat ini.
Baca juga: 24 Agustus 1975, Queen Mulai Rekaman Bohemian Rhapsody
"Dulu Solid 80 itu selalu membawakan lagu Queen sekitar 30 persen. Selebihnya lagu lain dan lagu sendiri. Tapi berjalannya waktu, audiens (mayoritas) minta kami membawakan lagu Queen. Lagu favorit saya adalah Bohemian Rhapsody,” ujar Tony.
Lebih lanjut, Tony Wenas mengungkapkan bahwa memimpin perusahaan adalah tentang bagaimana mengatur para karyawan dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Selain fokus mengawasi kinerja karyawan, ia juga mengedepankan kultur kekeluargaan di PTFI. Keharmonisan internal ini terlihat saat acara makan bersama seluruh keluarga PTFI dalam satu ruangan dengan menikmati berbagai hidangan yang sama.
“Kami menerima semua karyawan sebagai bagian dari keluarga di PTFI. Tidak ada perbedaan. Begitu pun hubungan kami dengan serikat pekerja,” ucap Tony.
Ia mengibaratkan perannya dalam perusahaan sebagai orangtua serikat pekerja dan tim manajemen. Sebagai orangtua yang bijak, Tony tidak memihak serikat pekerja maupun tim manajemen.
“Silakan mereka saling bernegosiasi dalam perjanjian kerja sama, saya sebagai orangtuanya akan menilai dengan bijak,” imbuhnya.
Tony mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah membeda-bedakan karyawan meski tetap ada batasan etika.
Hal tersebut tercermin dari banyaknya operator tambang PTFI yang mayoritas dilakukan oleh perempuan.
Baca juga: Perlu Kolaborasi Wujudkan Perempuan Berdaya dan Anak Terlindungi
“Kami pilih pekerja perempuan di Minegem dengan remote control karena mereka lebih teliti,” ucap Tony.
Contohnya, kata dia, seperti pengoperasian truk berbobot 300 ton untuk aktivitas tambang terbuka dipegang oleh 30 sampai 50 operator perempuan.
Untuk keberlanjutan PTFI, Tony mengatakan bahwa PTFI telah menerapkan safety, integrity, commitment, respect, excellence (Sincere) kepada para karyawan.
“Nilai-nilai (sincere) ini kami tanamkan kepada seluruh karyawan dan bukan hanya menjadi slogan atau hanya dilakukan sebatas pekerjaan di kantor. Tapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” imbuhnya.