Jaksa juga menyatakan perbuatan Rafael Alun menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar harus dianggap suap.
"Karena berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," ungkap jaksa.
Atas perbuatan tersebut, Rafael didakwa Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Ernie sendiri memilih bungkam ketika namanya turut disebut dalam surat dakwaan menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar.
Kebetulan, Ernie turut hadir menyaksikan Rafael Alun menjalani persidangan perdana ini.
Setelah persidangan ditutup, tak ada satu patah kata dari Ernie untuk merespons surat dakwaan yang menyeret namanya. Ernie hanya diam sembari keluar dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menyatakan bahwa pihaknya berpotensi menjerat Ernie karena diduga turut serta menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar bersama Rafael Alun.
"Kalau Pengadilan Negeri-nya, penyelenggara negaranya memang RAT, tetapi kalau kemudian penerimaannya melalui orang lain, termasuk keluarga atau istri tadi tersebut itu tetap kita jerat bersama-sama," kata Ghufron kepada Kompas.com.
Ghufron mengatakan, penggunaan pasal turut serta ini tidak hanya berlaku pada kasus gratifikasi. Dalam kasus penerimaan suap seorang bupati misalnya, uang diterima melalui ajudannya. Karena itu, KPK menetapkan ajudan itu sebagai tersangka.
Baca juga: Akal-akalan Rafael Alun Cuci Uang Korupsi: Beli Apartemen dan Kendaraan Diatasnamakan Pegawai
Adapun dalam kasus ini, ketika gratifikasi diterima Ernie, Rafael sudah dianggap menerima uang panas karena istrinya berperan sebagai perantara. Sebab, gratifikasi diberikan terkait Rafael yang menjabat sebagai pejabat pajak dan bersinggungan dengan wewenangnya.
"Gratifikasi itu kan tidak diterima langsung oleh RAT tapi ketika sudah sampai ke istrinya, sudah dipandang sebagai tindakan dari penerimaan gratifikasi oleh RAT," ujar Ghufron.
Kini, KPK membuka peluang menjerat istri Rafael dan sejumlah orang yang menjadi perantara gratifikasi itu sebagai tersangka.
Sebab, sudah terjadi kesepakatan antara pihak yang berperan sebagai perantara, yang biasanya berlapis, dalam penerimaan tersebut.
"Loh iya (KPK buka peluang jerat istri Rafael). Makanya, intinya siapapun yang kemudian disepakati layer-layer itu, pihak-pihak yang disepakati, layer itu kita tersangkakan sebagai turut serta juga," kata Ghufron.
Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, lembaga antirasuah bisa menjerat pelaku korupsi dari penyelenggara negara, aparat penegak hukum, dan orang lain yang terkait perbuatan mereka.