Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menyinggung pidato kenegaraan Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR 18 Agustus 2023 kemarin. Dalam momen itu, presiden menegaskan bahwa ia bukan seorang ketua umum partai politik, sehingga tak ikut campur menentukan capres maupun calon wakil presiden (cawapres).
"Jadi beliau sebagai presiden Republik Indonesia sehingga tidak mengintervensi atau ikut campur tangan terhadap kedaulatan masing-masing partai politik," kata dia.
Djarot pun tak ambil pusing dengan anggapan yang menyebut nama Indonesia Maju digunakan untuk menggambarkan kedekatan Jokowi dengan Prabowo.
Menurut dia, Jokowi tidak hanya dekat dengan Prabowo, tapi juga menteri-menterinya lain di kabinet, serta banyak tokoh lain, termasuk Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
"Semuanya dekat sangat dekat seperti satu keluarga besar. Jadi ya kedekatan, begitulah pemimpin yang bisa dekat dengan siapa pun juga," tutur anggota Komisi IV DPR RI itu.
Baca juga: Mengaku Belajar dari Jokowi, Prabowo: Soal Politik, Tanya Beliau
Terkait ini, analis komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo meyakini bahwa pergantian nama koalisi pendukung Prabowo memang dimaksudkan untuk menarik dukungan pemilih Jokowi atau pihak yang pro dengan pemerintah.
Nama koalisi sengaja dipilih identik dengan kabinet pemerintah demi memperkuat spekulasi publik bahwa Jokowi memberi restu atas pencapresan Prabowo.
“Penggantian nama koalisi ini memang dimaksudkan untuk merangkul pemilih yang pro Jokowi dan mengasosiasikan koalisi ini dengan pemerintahan Pak Jokowi saat ini,” kata Kunto kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Manuver itu, menurut Kunto, tak lepas dari tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Survei terbaru Litbang Kompas yang dirilis Agustus 2023 misalnya, memperlihatkan bahwa mayoritas atau 74,3 persen responden puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi selama periode kedua masa kepemimpinan Jokowi atau sejak 2019.
Oleh karenanya, dengan janji melanjutkan program pemerintahan, kubu Prabowo berharap mampu mendulang dukungan lebih banyak lagi pada pemilu mendatang.
“Kan dari beberapa survei memang itu yang muncul, bahwa tingkat kepuasan presiden itu berkorelasi dengan pilihan mereka,” ujar Kunto.
Kunto menilai, pemilihan nama koalisi bisa memengaruhi preferensi politik seseorang. Namun, efeknya tak terlalu besar.
Ketimbang nama koalisi, publik akan lebih mempertimbangkan visi, misi, dan program yang ditawarkan oleh kandidat capres-cawapres.
“Pada akhirnya dilihat bagaimana Pak Prabowo sebagai calon presiden bisa kemudian menerjemahkan atau membuat gagasan-gagasan yang sesuai dengan dia, ingin melanjutkan Pak Jokowi itu ingin melanjutkan ke mana,” tuturnya.
Baca juga: Bye-bye KKIR, Koalisi Prabowo Kini Ganti Nama Jadi Indonesia Maju
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.