JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi pendukung Prabowo Subianto untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 berganti “baju”. Sebelumnya, ketika Prabowo hanya didukung Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kedua partai sepakat membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Belakangan, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Bulan Bintang (PBB) merapat ke koalisi ini. Sehingga, kongsi kelima partai berganti nama menjadi Koalisi Indonesia Maju.
Menurut Prabowo, perubahan nama itu disepakati oleh lima ketua umum partai politik koalisi, yakni dirinya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra.
“Kita sepakat koalisi kita, kita beri nama Koalisi Indonesia Maju,” kata Prabowo dalam pidato politiknya di hari ulang tahun (HUT) ke 25 PAN di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Sebut Koalisinya Adalah Tim Jokowi, Prabowo: Kita Tidak Malu-malu
Nama baru koalisi pendukung Prabowo persis seperti nama kabinet pimpinan Presiden Joko Widodo, Kabinet Indonesia Maju.
Kubu Prabowo mengakui, nama tersebut sengaja dipilih untuk menunjukkan komitmen koalisi ini dalam melanjutkan kerja pemerintahan Jokowi.
Memang, anggota Koalisi Indonesia Maju merupakan partai-partai pendukung pemerintah. Bahkan, tiga dari lima ketua umum partai politik pendukung Prabowo merupakan menteri di kabinet saat ini.
"Jadi ini melanjutkan apa yang sudah dibangun dilaksanakan Pak Jokowi," ucap Ketua Umum PAN yang juga Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga menyampaikan jawaban serupa ketika ditanya alasan memilih nama Koalisi Indonesia Maju. Dia bilang, koalisi ini sesuai dengan visi yang dibawa Jokowi.
Baca juga: Prabowo: Koalisi Kami, Koalisi Indonesia Maju
"Kita ketemu kata-kata Koalisi Indonesia Maju, karena memang visi Indonesia ke depan, 2045 Indonesia maju sejahtera," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.
Prabowo pun tak memungkiri bahwa ia dan partai-partai pendukungnya merupakan "tim Jokowi" karena memang tergabung dalam pemerintahan yang berkuasa.
“Kita tidak malu-malu, kita adalah tim Jokowi," tutur Menteri Pertahanan tersebut.
Pergantian nama yang serupa dengan kabinet Jokowi ini ternyata tak dipersoalkan oleh kubu pesaing Prabowo, PDI Perjuangan. Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, penentuan nama koalisi merupakan hak dari masing-masing partai politik yang mesti dihormati oleh partai politik lainnya.
"Ya enggak apa-apa, itu kan otonomi dari beliau ya silakan saja, enggak apa-apa. Enggak masalah, kita hargai kita hormati, silakan," kata Djarot di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Djarot menilai, penggunaan nama Indonesia Maju bukan berarti mencerminkan bahwa Jokowi menyokong koalisi partai pendukung Prabowo.
"Jadi beliau sebagai presiden Republik Indonesia sehingga tidak mengintervensi atau ikut campur tangan terhadap kedaulatan masing-masing partai politik," kata dia.
Djarot pun tak ambil pusing dengan anggapan yang menyebut nama Indonesia Maju digunakan untuk menggambarkan kedekatan Jokowi dengan Prabowo.
Menurut dia, Jokowi tidak hanya dekat dengan Prabowo, tapi juga menteri-menterinya lain di kabinet, serta banyak tokoh lain, termasuk Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
"Semuanya dekat sangat dekat seperti satu keluarga besar. Jadi ya kedekatan, begitulah pemimpin yang bisa dekat dengan siapa pun juga," tutur anggota Komisi IV DPR RI itu.
Baca juga: Mengaku Belajar dari Jokowi, Prabowo: Soal Politik, Tanya Beliau
Terkait ini, analis komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo meyakini bahwa pergantian nama koalisi pendukung Prabowo memang dimaksudkan untuk menarik dukungan pemilih Jokowi atau pihak yang pro dengan pemerintah.
Nama koalisi sengaja dipilih identik dengan kabinet pemerintah demi memperkuat spekulasi publik bahwa Jokowi memberi restu atas pencapresan Prabowo.
“Penggantian nama koalisi ini memang dimaksudkan untuk merangkul pemilih yang pro Jokowi dan mengasosiasikan koalisi ini dengan pemerintahan Pak Jokowi saat ini,” kata Kunto kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Manuver itu, menurut Kunto, tak lepas dari tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Survei terbaru Litbang Kompas yang dirilis Agustus 2023 misalnya, memperlihatkan bahwa mayoritas atau 74,3 persen responden puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi selama periode kedua masa kepemimpinan Jokowi atau sejak 2019.
Oleh karenanya, dengan janji melanjutkan program pemerintahan, kubu Prabowo berharap mampu mendulang dukungan lebih banyak lagi pada pemilu mendatang.
“Kan dari beberapa survei memang itu yang muncul, bahwa tingkat kepuasan presiden itu berkorelasi dengan pilihan mereka,” ujar Kunto.
Kunto menilai, pemilihan nama koalisi bisa memengaruhi preferensi politik seseorang. Namun, efeknya tak terlalu besar.
Ketimbang nama koalisi, publik akan lebih mempertimbangkan visi, misi, dan program yang ditawarkan oleh kandidat capres-cawapres.
“Pada akhirnya dilihat bagaimana Pak Prabowo sebagai calon presiden bisa kemudian menerjemahkan atau membuat gagasan-gagasan yang sesuai dengan dia, ingin melanjutkan Pak Jokowi itu ingin melanjutkan ke mana,” tuturnya.
Baca juga: Bye-bye KKIR, Koalisi Prabowo Kini Ganti Nama Jadi Indonesia Maju
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.