Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/08/2023, 17:51 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menganggap bahwa gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menurunkan syarat usia minimum calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dari 40 ke 35 tahun tidak masuk akal.

Sebab, di dalam gugatan nomor 29/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun sebagaimana diatur saat ini di dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dianggap diskriminatif.

Bivitri menilai, argumentasi ini menunjukkan inkonsistensi cara berpikir.

"Jika diturunkan, maka diskriminasi tetap terjadi, hanya pindah ke orang-orang yang di bawah 35 tahun," ucap Bivitri yang dihadirkan selaku ahli dari Pihak Terkait Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam sidang lanjutan MK terkait perkara ini, Selasa (29/8/2023).

Baca juga: Dukung Uji Materi PSI, Gerindra: Capres-Cawapres Jangan Dilihat dari Umur, tapi Kompetensinya

Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu menjelaskan, jika proporsi penggugat adalah "pembatasan umur menimbulkan diskriminasi", maka secara penalaran, kesimpulan yang diambil adalah menghilangkan sama sekali batasan umur untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres.

"Bukan menurunkannya," ucap dia.

Bivitri juga mengaku telah mencoba ragam metode tafsir hukum untuk mengaitkan bahwa penentuan syarat usia minimum capres-cawapres ini bisa ditarik hubungannya dengan isu diskriminasi.

Namun, menurutnya, tak ada metode tafsir hukum yang bisa membuktikan itu, baik secara metode sistematis, gramatikal, historis, maupun teleologis dan komparatif.

Bivitri menyinggung, "diskriminasi" usia justru memang diperkenankan dalam Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik selaku hukum internasional yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005.

Penentuan syarat usia minimum capres-cawapres, seandainya pun dianggap sebagai diskriminasi, tidak ditujukan untuk menyingkirkan kelompok usia tertentu dari kancah politik.

"Kebijakan mengenai umur itu sudah ada sejak lama dan dengan logika kebijakan hukum terbuka (open legal policy), jika memang ada keinginan menghapus diskriminasi, pemohon perkara a quo sudah sejak lama bisa melakukan advokasi kebijakan kepada DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang," tutur Bivitri.

Baca juga: Saat 3 Partai Tunjukkan Resistensi terhadap Uji Materi Terkait Batas Usia Capres-Cawpres

Ia menekankan bahwa perkara ini seharusnya ditolak MK, karena tidak ada isu konstitusionalitas di dalam penentuan usia minimum capres-cawapres sehingga bukan ranah Mahkamah untuk menentukannya.

Sebagai informasi, perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi.

Partai yang kerap mendaku diri "tegak lurus Joko Widodo" itu meminta, batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai "sekurang-kurangnya 35 tahun", seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Ajak Warga Gotong Royong Bersihkan Kawasan Rusun Cilincing, Gibran: Enggak Usah Nunggu Menang Pemilu

Ajak Warga Gotong Royong Bersihkan Kawasan Rusun Cilincing, Gibran: Enggak Usah Nunggu Menang Pemilu

Nasional
Kampanye di Rusun Cilincing, Gibran Bagi-bagi Buku Tulis dan Susu

Kampanye di Rusun Cilincing, Gibran Bagi-bagi Buku Tulis dan Susu

Nasional
Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Diduga Terima Gratifikasi Lewat Perusahaan Jual Beli Moge

Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Diduga Terima Gratifikasi Lewat Perusahaan Jual Beli Moge

Nasional
Ungkap Alasan Pilih Ganjar-Mahfud, Jubir Muda TPN: Orang Biasa, Enggak Ada 'Privilege'

Ungkap Alasan Pilih Ganjar-Mahfud, Jubir Muda TPN: Orang Biasa, Enggak Ada "Privilege"

Nasional
Hari Ke-12 Kampanye, Anies Safari ke Kuningan, Cirebon, dan Indramayu

Hari Ke-12 Kampanye, Anies Safari ke Kuningan, Cirebon, dan Indramayu

Nasional
Wacana Saling Sanggah Saat Debat Capres Dihapus: Diusulkan TKN Prabowo, Ditolak Kubu Ganjar dan Anies

Wacana Saling Sanggah Saat Debat Capres Dihapus: Diusulkan TKN Prabowo, Ditolak Kubu Ganjar dan Anies

Nasional
Soal Kunjungan ke IKN, Cak Imin: Saya Pengin, tetapi...

Soal Kunjungan ke IKN, Cak Imin: Saya Pengin, tetapi...

Nasional
Menuju Kampanye Bermutu

Menuju Kampanye Bermutu

Nasional
Hari Anti-Korupsi Sedunia: Hari-hari Penuh Korupsi

Hari Anti-Korupsi Sedunia: Hari-hari Penuh Korupsi

Nasional
Hari Ini, Gibran Akan Kampanye di Jakarta dan Karawang

Hari Ini, Gibran Akan Kampanye di Jakarta dan Karawang

Nasional
Polisi: Mayat Perempuan yang Terlakban di Cikarang Timur Bukan Korban Mutilasi

Polisi: Mayat Perempuan yang Terlakban di Cikarang Timur Bukan Korban Mutilasi

Nasional
Andika Perkasa Sebut TPN Ganjar-Mahfud Temui Hendropriyono

Andika Perkasa Sebut TPN Ganjar-Mahfud Temui Hendropriyono

Nasional
Yakin Menang Pilpres, Cak Imin: Lawan Saya Kira Standar Saja

Yakin Menang Pilpres, Cak Imin: Lawan Saya Kira Standar Saja

Nasional
Ini Daftar Tempat yang Dilarang Ditempel Spanduk, Selebaran, hingga Umbul-umbul Kampanye

Ini Daftar Tempat yang Dilarang Ditempel Spanduk, Selebaran, hingga Umbul-umbul Kampanye

Nasional
[POPULER NASIONAL] Wacana Gubernur Jakarta Dipilih Presiden | Wamenkumham Janjikan Terbit SP3 di Bareskrim

[POPULER NASIONAL] Wacana Gubernur Jakarta Dipilih Presiden | Wamenkumham Janjikan Terbit SP3 di Bareskrim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com