JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama (Dirut) PT Aplikanusa Lintasarta, Arya Damar mengungkapkan, pihaknya dimintai commitment fee 10 persen untuk bisa bergabung menggarap proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5.
Proyek yang menghabiskan dana triliunan rupiah ini dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022.
Baca juga: Sidang 3 Petinggi Korporasi di Kasus BTS, Pejabat dan Tenaga Ahli di Bakti Jadi Saksi
Adapun Lintasarta bersama Huawei dan SEI, tergabung dalam konsorsium yang menjadi pemenang paket tiga dengan anggaran Rp 1.584.914.620.955 untuk proyek BTS 4G tersebut.
"Mereka meminta kepada kami mau ikut Bakti atau tidak? Di situ kami diminta untuk ada komitmen kalau bisa kalau nanti ikut Bakti," ungkap Arya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023).
"Ada commitment fee?" tanya ketua majelis hakim Fahzal Hendri.
"Ada commitment fee. Diminta untuk commitment fee 10 persen," jawab Arya.
"Dari (pagu anggaran) Rp 2,4 miliar?" tanya hakim Fahzal lagi.
"Iya," jawab Arya.
"Berarti berapa? Rp 240 miliar?" tanya Hakim Fahzal.
"Iya," jawab Arya.
Baca juga: Johnny Plate Bantah Gunakan Anggaran Bakti Kominfo untuk ke Swiss, Perancis, dan Amerika
Arya mengatakan, pihaknya tidak menyetujui permintaan fee 10 persen tersebut.
Jawaban Dirut Lintasarta itu kemudian langsung dikonfirmasi kepada Direktur Niaga/Komersial Lintasarta, Alfi Asman yang juga menjadi saksi dalam sidang ini.
"Gimana, Pak Alfi, sama keterangannya?" tanya Hakim Fahzal.
"Seperti yang disampaikan Pak Arya, kami tidak setuju," jawab Alfi.
Hakim Fahzal kembali mencecar soal permintaan kepada Lintasarta selaku konsorsium proyek BTS usai menolak menyepakati commitment fee tersebut. Dalam momen ini, hakim pun meminta Arya tidak memutar-mutar dalam memberikan jawaban.
"Sebelum perkara ini, kasus ini dibongkar oleh Kejaksaan, ada memberikan (uang)?" tanya Hakim Fahzal.
"Ada," kata Arya.
"Ada, enggak usah muter-muter saya mainnya tajam aja Pak, sampai ke pokok masalah. Untuk apa kita muter-muter ujung-ujungnya sampai juga di situ. Ada?" tanya Hakim Fahzal.
"Ada," jawab Arya lagi.
Baca juga: Lewat Relawan Bakti BUMN, Bank Mandiri Dukung Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan di Jayapura
Meskipun dijawab oleh Arya. Hakim Fahzal tetap mengkonfirmasi jawaban tersebut kepada Alfi. Keduanya diminta untuk mengungkapkan peristiwa tersebut apa adanya.
"Bagaimana Fi? Lama-lama saya gas juga kalian ini," sentil Hakim Fahzal.
"Terima kasih, Yang Mulia. Jadi untuk terkait dengan adanya tranksakai itu memang ada," ungkap Alfi.
"Tadi kan permintaanya 10 persen, Pak Alfi, terus gimana jadinya?" cecar hakim.
Alfi menjelaskan, uang itu diminta oleh Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak. Galumbang, kata Alfi, meminta uang Rp 26 miliar untuk biaya pengawasan pekerjaan proyek BTS 4G tersebut.
"Jadi, berapa jadinya?" tanya Hakim Fahzal.
"Rp 26 miliar," jawab Alfi.
Adapun Arya dan Alfi dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk terdakwa eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate; eks Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Anang Achmad Latif; dan eks Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto.
Dalam perkara ini, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali juga turut menjadi terdakwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.