"Jadi tiga ini yang saya pakai. Cuma mungkin karena memang apa ya? Kan kalau orang mengisyaratkan beda-beda ya. Nah mungkin saya orang yang termasuk ekspresif ketika berbicara," tuturnya.
Selain itu, Winda yang sejak 2011 bergabung dengan komunitas tuli di Surakarta, juga mengadaptasi dari rekan-rekan penyandang tuli saat berkomunikasi.
"Teman-teman saya di daerah itu lebih ekspresif. Jadi saya akhirnya kayak meng-copy mereka. Caranya mereka gitu," ungkapnya.
Winda juga mengungkapkan bahwa dirinya sangat bangga bisa dilibatkan dalam upacara di Istana Merdeka sebagai juru bahasa isyarat.
Sebab kesempatan itu tidak hanya berharga untuk menambah pengalaman bagi dirinya sendiri. Melainkan keluarganya merasa bangga karena Winda bisa jadi bagian dari upacara besar yang ditonton masyarakat di seluruh Indonesia.
"Ketika proses penerjemahan itu, saya biasa saja. Karena saya berpikir itu adalah bagian dari pekerjaan saya. Cuman di luar itu, ketika dipanggil (pihak) dari istana pasti saya sangat bangga," tutur Winda.
"Karena ini bukan hanya pribadi saya saja yang bangga, jadi kan keluarga juga ikut pasti ada rasa, eh ini jadi bagian lho di upacara sebesar ini," tambah alumni jurusan psikologi itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.