Dalam kesempatan yang sama, La Nyalla juga menyinggung tentang sistem pemilihan presiden secara langsung yang menurutnya mahal dan justru merusak persatuan bangsa.
“Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi,” ujar La Nyalla.
La Nyalla pun mengajak semua pihak untuk menghentikan kontestasi politik yang semata-mata hanya menginginkan kesuksesan dan meraih kekuasaan secara liberal.
“Karena telah menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme,” kata dia.
Gagasan ini menuai respons beragam dari sejumlah pihak. Pasalnya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara berimplikasi pada sistem pemilihan presiden tidak langsung.
Jika MPR kembali jadi lembaga tertinggi negara, maka, presiden dan wakil presiden akan dipilih oleh MPR itu sendiri.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto misalnya, menyebut bahwa partainya tidak bisa langsung menerima gagasan tersebut. Menurut dia, perlu kajian mendalam untuk merealisasikan usulan pengembalian MPR jadi lembaga tertinggi negara.
"Apa yang disampaikan oleh Pak Bamsoet, ya sebagai gagasan-gagasan, ya kita cermati. Perlu kajian-kajian yang mendalam. Dan kami ini kan intens berkomunikasi dengan Pak Bamsoet sehingga kami akan melakukan dialog-dialog," kata Hasto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (17/8/2023).
Baca juga: DPD Juga Usul MPR Dikembalikan Jadi Lembaga Tertinggi Negara
Hasto juga memberi penjelasan soal pernyataan Bamsoet yang mengaitkan usul tersebut dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Katanya, Megawati sebelumnya justru menekankan pentingnya MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menetapkan suatu pola pembangunan berencana atau haluan negara.
"Ini yang disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, bukan mengubah suatu sistem pemilu presiden," ujar Hasto.
Hasto mengatakan, perubahan sistem politik nasional yang fundamental harus dilakukan secara cermat. Terlebih, ini menyangkut kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum (pemilu).
"Kalau dari PDI-P yang terpenting saat ini adalah bukan mengubah sistem pemilu secara langsung menjadi dipilih oleh MPR, tetapi bagaimana pola pembangunan semesta berencana tersebut dapat ditetapkan dan menjadi bagian dari kewenangan MPR," katanya.
Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan, partainya siap atas wacana pengembalian MPR menjadi lembaga tertinggi negara. Namun, menurutnya, gagasan tersebut harus lebih dulu didiskusikan hingga tercapai kesepakatan, baik di level MPR maupun publik.
Baca juga: Alasan MPR dan DPD Dukung Ide Pemilihan Presiden Tak Langsung Diterapkan Lagi
"Ya buat kita kalau mau kembali ke amendemen kita siap saja, enggak ada masalah, asal semua disepakati. Jangan celetak-celetuk belum siap semuanya, main celetak-celetuk aja, padahal enggak ada kesepakatan dari bidang-bidang lain di lembaganya," kata Aboe di Kantor DPTP PKS, TB Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis (17/8/2023).
Kendati menyiratkan persetujuan, Aboe menegaskan bahwa partainya tak serta merta sependapat jika marwah MPR dikembalikan untuk memilih presiden dan wakil presiden.