KOMPAS.com - Peneliti Ahli Muda Pusat Riset (PR) Pemerintahan Dalam Negeri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Evi Maya Savira mengatakan, reformulasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) diperlukan untuk mengatasi masalah akses pendidikan agar tepat sasaran.
Reformulasi tersebut, kata dia, dibutuhkan karena penerapannya di daerah banyak yang tidak sesuai kebutuhan nyata penerima manfaat. Hal ini juga sudah diingatkan oleh World Bank dari hasil riset mereka.
"Banyak inovasi pendidikan yang sudah dilakukan oleh kepala daerah itu yang memakai anggaran BOS dan BOSDA,” ujar Evi dalam acara Seminar Nasional: Inovasi Kepemimpinan Perempuan di Sektor Pendidikan, di Auditorium Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (8/8/2023)
Namun demikian, lanjut dia, dari beberapa inovasi terlihat bahwa tidak semua inovasi tersebut dapat menggunakan dana BOS dan BOSDA.
Baca juga: Dana BOS Al Zaytun Diduga Mengalir ke Rekening Pribadi Panji Gumilang
Pasalnya, formula BOS dan BOSDA menghitung per siswa, tetapi tidak memperhitungkan perbedaan biaya kelompok sasaran.
“Maka (dari itu) perlu adanya reformulasi BOS dan BOSDA agar lebih tepat sesuai kebutuhan," imbuh Evi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (10/8/2023).
Seperti diketahui, akses pendidikan masih menjadi masalah utama selain mutu pendidikan di daerah.
Untuk itu, koordinasi dan kolaborasi antar stakeholders diperlukan dalam menyusun strategi kebijakan mengentaskan masalah akses pendidikan agar tepat sasaran.
Evi menjelaskan bahwa perhitungan laju pertumbuhan didapatkan Provinsi Jatim sebesar 0.009. Artinya, dalam kurun waktu enam tahun terakhir hanya terjadi penambahan harapan lama sekolah sebanyak sembilan anak dari 1.000 anak usia sekolah.
Baca juga: Siswa Tak Mampu di Semarang Tak Wajib Pakai Baju Adat ke Sekolah
"Ini menggambarkan bahwa akses pendidikan masih rendah. Demikian juga di empat kabupaten atau kota yang lainnya, yaitu Kabupaten Banyuwangi sebesar 0.012, Kabupaten Jombang 0.011, Kota Mojokerto 0.008, dan Kabupaten Tegal sebesar 0.012," jelas Evi.
Evi mengatakan, permasalahan akses pendidikan dasar tidak sekadar perbandingan jumlah satuan pendidikan dengan jumlah muridnya.
Akan tetapi, kata dia, permasalahan tersebut juga terkait dengan kondisi ekonomi masyarakat dan aspek sosial kultural, seperti ketidakmampuan orangtua dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi siswa baru.
"Inilah alasan kenapa Bupati Jombang dan Wali Kota Mojokerto menetapkan inovasi tentang pengadaan seragam dan peralatan sekolah. (Ini) karena memang walaupun sekolah digratiskan kebutuhan dasar sekolah banyak yang tidak mampu dipenuhi oleh orangtua murid karena biaya yang mahal," imbuh Evi.
Dalam kesempatan tersebut, Evi juga mendorong dibentuknya ekosistem inovasi agar inovasi kepemimpinan di daerah tetap berkesinambungan.
Dengan ekosistem inovasi, kata dia, maka siapapun kepala daerah yang menjabat inovasi yang dihasilkan akan tetap bisa berkelanjutan.