JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebut bahwa mereka telah memberi tahu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebelum melaporkan para komisionernya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (7/8/2023).
"Apakah teman-teman KPU (sudah tahu)? Oh sudah," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan pada Rabu (9/8/2023).
Bagja mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebelum mengambil langkah pengaduan.
Sebelum itu, Bagja menambahkan, pihaknya juga telah berulang kali mengadakan rapat tripartit dengan KPU serta DKPP untuk mencari titik temu. Namun, kesepakatan itu tak pernah tercapai.
"Kepada Mas Hasyim, khususnya (sudah saya sampaikan). 'Mas, ini sudah enggak ketemu gimana caranya. Jadi saya adukan, ya'," ujar Bagja.
Baca juga: Sempat Pingsan dan Dirawat di RS, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Kini Sudah Pulang ke Rumah
"Terus Mas Hasyim jawab, 'dapat dipahami', ya sudah," ucapnya.
Sebelumnya, aduan dari Bawaslu RI menyoal terbatasnya akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) selama tiga bulan tahapan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) berlangsung. Karena keterbatasan ini, Bawaslu kesulitan mengawasi dokumen pencalonan bacaleg.
Anggota DKPP RI Dewa Raka Sandi mengonfirmasi bahwa seluruh komisioner KPU RI diadukan dalam perkara ini.
Raka menyebutkan, aduan tersebut masih diproses menurut mekanisme yang berlaku di internal DKPP.
"Mekanisme penangan aduan yang masuk ke DKPP diatur dalam peraturan DKPP tentang pedoman beracara kode etik penyelenggara pemilu," kata Raka, Selasa.
"Pada intinya akan ada verifikasi administrasi terlebih dahulu. Kemudian, jika telah memenuhi syarat administrasi, baru dilanjutkan dengan verifikasi materil," tambah dia.
Baca juga: KPU Siap Hadapi Aduan Bawaslu ke DKPP Terkait Akses Silon
Sebagai informasi, pendaftaran bacaleg sudah dibuka sejak 1 Mei 2023. Dokumen pendaftaran itu sudah sempat diverifikasi tahap pertama, dengan hasil 85-90 persennya belum memenuhi syarat.
Dokumen pendaftaran itu kemudian sudah rampung diperbaiki oleh partai politik dan diverifikasi untuk kali kedua oleh KPU. Hasilnya, di tingkat DPR RI, 83,84 persen bacaleg dinyatakan memenuhi persyaratan.
Kini, KPU sedang merancang Daftar Calon Sementara (DCS), sebuah tahapan sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa lagi diganggu-gugat.
Selama itu pula, Bawaslu tak bisa leluasa melakukan pengawasan karena terbatasnya akses Silon.
Para pimpinan Bawaslu RI telah berulang kali mengeluh soal terbatasnya akses Silon sebab kemampuan mereka mendapatkan temuan pelanggaran tergantung pada data yang dibuka KPU.
Bagja pernah mengungkapkan, para pengawas pemilu hanya diberi akses 15 menit terhadap Silon. Mereka juga tidak bisa melihat dokumen pencalonan bacaleg lewat Silon.
Empat kali mereka bersurat ke KPU RI, namun "Imam Bonjol" baru merespons pada kali keempat.
Hasyim Asy'ari cs menganggap bahwa dalam tahapan pencalegan ini, hubungan hukum yang ada hanyalah antara KPU dan partai politik sebagai pihak yang mendaftarkan bacaleg.
Ia juga berdalih bahwa KPU harus berhati-hati memberi akses Silon kepada pihak di luar KPU dan partai politik, karena sistem informasi itu memuat sejumlah data yang dianggap data pribadi.
Dalam surat balasan KPU RI itu, mereka menegaskan hanya akan membuka akses Silon secara leluasa kepada Bawaslu RI jika pengawas pemilu memiliki laporan dan temuan awal dugaan pelanggaran/ketidaksesuaian dokumen pencalonan bacaleg.
Bagja menganggap aneh kebijakan itu. Ia mempertanyakan bagaimana bisa Bawaslu memiliki temuan awal yang menjadi syarat dibukanya akses Silon, jika Silon itu sendiri tak dibuka sejak awal.
Baca juga: KPU Jajaki Kerja Sama dengan Bulog untuk Simpan Logistik Jelang Pemilu 2024
Sebab, seluruh dokumen pendaftaran bacaleg terhimpun di sana.
"Enggak ada temuan awal kalau Silon tidak dibuka," ucap Bagja kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).
Sementara itu, Hasyim jajarannya siap menghadapi aduan Bawaslu RI.
Ia menjelaskan, sebagai penyelenggara pemilu, KPU memang selalu bertindak sebagai "ter", baik terlapor dan termohon di Bawaslu, teradu di DKPP, tergugat di PTUN, dan termohon di Mahkamah Konstitusi.
"Posisi 'ter' dalam semua proses peradilan pemilu menandakan bahwa KPU dituntut dan wajib bekerja secara optimal, menghindari konflik kepentingan,serta bekerja penuh kecermatan dan kehati-hatian," kata Hasyim kepada Kompas.com, Selasa.
"Dengan begitu, KPU selalu siap dalam segala kondisi dan posisi apapun khususnya ketika berhadapan dengan lembaga lain dalam suatu proses peradilan," lanjutnya.
Ia menegaskan, KPU harus secara kuat tetap bertahan dan berpedoman pada asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu serta supremasi konstitusi dalam segala kondisi meskipun berstatus sebagai "ter" pada semua proses peradilan pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.