“Presiden Jokowi malah memiliki tangkisan yang cerdas. Bukan melorot legitimasinya dari rakyat. Sebaliknya, rakyat malah melihat perlakuan kasar itu menimbulkan simpati rakyat yang kian tinggi. Permainan ini tentu saja dimenangkan oleh Presiden Jokowi,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Said menuturkan bahwa ruang publik adalah “pranata” penting dalam demokrasi.
Baca juga: Tunjukkan Keakraban dengan Ganjar, Anies: Lawan dalam Pemilu adalah Teman Demokrasi
“Balik ke soal riuh rendahnya publik atas lontaran keras Pak Rocky, ada satu hal yang mencemaskan saya. Apakah itu? Ruang publik kita bising, tidak sehat, dan energi sosial sirna untuk sesuatu yang absurd,” ucapnya.
Situasi tersebut, lanjut dia, harus dipupuk, disemai oleh diskursus yang memberi teladan, dan menumbuhkan keadaban publik.
Dalam negara demokrasi, kata Said, ruang publik tidak boleh dikendalikan oleh otoritas kekuasaan, seperti yang pernah terjadi pada masa Orde Baru. Hal ini seperti yang berulang kali diingatkan oleh filsuf dan sosiolog dari Jerman, Jurgen Habermas.
“(Dalam) ruang publik harus dibangun kesetaraan komunikasi publik yang rasional. Ruang publik juga tidak boleh diisi oleh sikap mental anarkistis, karena akan menjauhkan pembentukan kesadaran bersama antara penutur dengan lawan bicaranya. Padahal kesadaran bersama itulah modal terbentuknya konsensus sosial,” ucapnya.
Baca juga: Soal Pertemuan Thailand dengan Junta Myanmar, RI: Pendekatan Satu Pihak Tak Sesuai 5 Poin Konsensus
Ia mengungkapkan bahwa ada tiga kata kunci dalam ruang publik demokratis yang dipikirkan oleh Habermas.
Kata kunci tersebut adalah setara dan rasional, serta dituturkan melalui semangat untuk membentuk kesadaran bersama.
“Rasionalitas praksis inilah yang diimpikan oleh Habermas akan melahirkan konsensus sosial. Konsensus sosial lah yang akan mengubah tatanan lama ke tatanan baru yang lebih baik,” jelas Said.
Ia mengungkapkan bahwa pilihan kritik yang disampaikan Rocky Gerung akan menjauhkan dari rasionalitas praksis dan menghapus harapan munculnya konsensus sosial untuk pranata yang lebih baik.
Baca juga: Tanpa Konsensus Menteri Keuangan G20 di India
Demikian halnya sikap reaksi berlebihan sebagian pendukung Jokowi juga mendefisitkan upaya membangun ruang publik yang sehat.
“Alih-alih meneladani sikap Presiden Jokowi, pilihan sikapnya justru bisa membuka kritik baru, yakni soal fanatisme sempit,” ucap Said.
Meski begitu, lanjut dia, kondisi tersebut merupakan jalan yang harus dilalui menuju tatanan demokrasi deliberatif. Jenis demokrasi ini ditegakkan melalui berbagai pelatihan publik untuk memahami satu sama lain, meskipun awalnya dimulai dari satwa sangka.
“Energi bangsa tak boleh lelah. Kita perlu terus merawat ruang publik sehat, walaupun terkadang mudah sekali dikoyak,” jelas Said.